Kamis, 27 Agustus 2009

Episode 1

0 komentar
Temen-temen yang baca BLOG ini, ini adalah Hana Kimi versi novel buatanku. Bukannya aq nge JIPLAK.

So, sebelumnya aq bilang... aku membuat NOVEL hana KIMI di sini karena aq CINTA banget ma Hana KIMI. So, aku kepengen aja buat novelnya di BLOG. Tapi bukan untuk kepentingan Pribadi kok. Just be Fun. Oke???



EPISODE 1


Teng…! Teng…!


Ashiya dapat mendengar bel sekolah Osaka Gakuen berdentang. Dia pun semakin mempercepat larinya. Dia tidak mau terlambat dihari pertamanya sekolah. Hari ini dia memang akan menjadi murid baru di Osaka Gakuen, pindahan dari Amerika. Meskipun dia dari Amerika, tapi dia tetap orang asli Jepang.

Ketika hendak masuk ke gerbang Osaka Gakuen, “Hosh-hosh..hosh.” Ashiya berhenti lari dan berusaha mengatur napasnya yang memburu.



Tiba-tiba dari arah belakangnya dia mendengar suara gemuruh anak perempuan yang berlari gerombolan dengan hebohnya menuju suatu arah seperti orang-orang yang bertemu dengan artis idolanya.

Bingung melihat itu, Ashiya segera berlari mengikuti kemana gerombolan anak perempuan sebayanya itu pergi. Hampir seluruh dari anak perempuan itu adalah anak sekolahan.

Mereka semua tiba di depan gerbang Asrama Murid Osaka Gakuen. Ashiya menahan napas menunggu apa yang dinantikan oleh anak perempuan ini sampai segitu hebohnya berdiri dan berbaris di depan gerbang Asrama Osaka Gakuen. Mendadak pintu gerbang Asrama terbuka lebar dan anak perempuan kembali heboh. Bahkan ada yang melompat-lompat kegirangan.

Tiga makhluk keren keluar dari gerbang itu dan melambaikan tangan mereka menyapa anak-anak perempuan yang ada di situ. Hal itu membuat anak perempuan semakin histeris. Tiga makhluk keren itu terus berjalan sambil menyapa-nyapa dan melambaikan tangan bak artis, dengan cool-nya, membiarkan para anak perempuan menjerit-jerit histeris.

Ashiya terbengong-bengong melihat ketiga cowok itu dan betapa anak-anak perempuan itu mengidolakan mereka. Ditambah lagi, ternyata tidak hanya tiga makhluk keren itu yang keluar, tapi tidak berapa lama kemudian di belakang mereka menyusul tiga makhluk keren lagi, dan di belakang mereka menyusul lagi tiga makhluk keren, dan…begitu seterusnya! Sampai-sampai anak-anak perempuan menjerti tanpa henti.



Melihat semua itu membuat Ashiya mengangkat alisnya dan mengernyitkan keningnya. “Apa-apaan ini?” tanyanya bingung.

Tiba-tiba seorang perempuan lebih tua darinya berdiri di depannya sambil memotret-motret para cowok keren itu dengan kameranya. “Kau siapa?” tanya perempuan itu tanpa mengalihkan tatapannya dari kameranya.

Ashiya segera memberat-beratkan suaranya seperti suara cowok. “Ehem..ehem..aku..kau bisa lihat…aku…”, Ashiya bermaksud menjelaskan kalau dia adalah murid baru Osaka Gakuen.

Tiba-tiba muncul lagi beberapa makhluk keren dari gerbang, membuat para cewek menjerit lebih nyaring. Suara mereka menenggelamkan suara Ashiya dan membuatnya sulit bicara. Akhirnya dia diam sambil mengorek-ngorek kupingnya karena tidak tahan mendengar jejeritan para cewek itu.

“Mereka semua sedang menunggu murid-murid dari Osaka Gakuen keluar,” kata perempuan berkamera tadi, menjelaskan pada Ashiya apa tujuan dari para cewek itu.

Ashiya makin bingung. “Sedang menunggu? Tapi mereka kan cuma anak SMA.” maksud Ashiya adalah para cowok keren itu.

Perempuan itu kembali menjelaskan sambil terus memotret para cowok itu. “Anak SMA ini special. Mereka semua lebih mementingkan penampilan mereka ketimbang nilai-nilai mereka. Mereka anak-anak SMA paling hot,” jelas perempuan itu sambil tersenyum. “Mereka cowok-cowok hot internasioanal.”

“Hah?” Ashiya melongo lalu menatap cowok-cowok itu dengan kagum. “Wow..”

“Mereka tinggal di asrama Gakuen,” jelas perempuan itu lagi tidak memedulikan wajah Ashiya yang terperangah. “Jadi, kalo anak cewek pengen melihat mereka, hanya bisa dilihat dari depan pintu gerbang asrama mereka. 30 m.”

Ashiya manggut-manggut paham. “Jadi Osaka Gakuen itu sekolah yang kayak gini yaah…hm…”

Terdengar suara heboh pake toa. “Ayo…Ayo!! Kami punya poster!!!” suara itu berasal dari suara penjual poster yang berjualan tidak jauh dari situ. “Poster-poster hebat dari sekolah paling hebat dengan sekumpulan cowok-cowok kerennya!!” seru suara itu lagi dengan heboh.

Sebagian anak cewek berlarian ke situ.

“Hanya ditempat ini kalian bisa membeli poster-poster murid Osaka!!” seru penjualnya dengan nyaring. Ternyata salah satu penjualnya adalah perempuan yang memotret-motret tadi.

Mendengar kata-kata ‘murid Osaka’, para cewek semuanya berlarian ke arah situ, membuat Ashiya makin bengong dan bingung. Para anak cewek itu mulai mengambil-ngambil foto-foto cowok, murid Osaka Gakuen, yang ada di situ.

“Berani hari ini berjualan tanpa seizin kami?” tanya seorang perempuan dengan nada sok. Semua yanga ada di situ terdiam menatapnya.

Si perempuan tukang potret tadi langsung menengok dan mendapati lima cewek dari SMA Blossom berdiri di hadapannya dengan gaya sok.

“SMA Blossom..”

Ashiya yang memperhatikan hal itu, kaget. “SMA Blossom??”

Seorang perempuan di antara kelima cewek itu, yang sepertinya adalah ketuanya karena berdiri paling depan, menjelaskan tanpa diminta, “Kami adalah perkumpulan siswi SMA Osaka. Terbentuk untuk memberikan kenyamanan di SMA kami, SMA Blossom,” jelas cewek itu seolah menjelaskan kalo mereka lah satu-satunya cewek yang boleh berhubungan dengan para murid SMA Osaka. “Kami adalah…”

Mereka berlima berseru, “Hibari FOUR!”

Lalu cewek itu menatap ke para penjual poster dan menghampiri mereka sambil berseru, “So, tolong kalian pergi dari sini!” katanya dengan nada datar lalu pergi berlalu dari situ diikuti empat orang temannya.

Dengan kesal perempuan tukang potret itu berseru ke arah mereka, “Hei! Kau tahu?? Kau boleh bilang aku nggak punya izin. Tapi aku…”

Hibari langsung menoleh dan memotong, “Pergi.”

“AKU…” perempuan tukang potret itu tetap berusaha meneruskan omongannya.

“Tolong pergi,” potong Hibari lagi. Lalu Hibari Four pergi meninggalkan tempat itu.

Si perempuan tukang potret menghela napas. “Hhh..kelihatannya aku nggak bisa bertahan karena tekanan mereka.”

Ashiya yang dari tadi memperhatikan hal itu dan mendengar keluhan si perempuan tukang potret langsung mengangguk setuju. “Aku juga,” ucapnya tanpa sadar dengan suara perempuan.

“Hah?” si perempuan tukang potret itu kaget mendengar suara perempuan di belakangnya, lalu dia menoleh cepat. Tapi tidak ada seorang pun. Padahal dia merasa tadi ada murid cowok di belakangnya, tapi kenapa dia bersuara perempuan? pikirnya bingung.

“Kemana dia?” gumam perempuan itu sambil menoleh ke kanan dan ke kiri mencari Ashiya.

^^^

Ashiya berlari cepat ke Osaka Gakuen, lalu ke tempat loker sepatu dengan napas memburu. “Hosh…hosh..” dia berhenti lari setelah tiba di tempat loker sepatu, mengatur napas. “Hosh…hosh…bodohnya!!!” makinya pada dirinya sendiri. “Kenapa tadi aku keceplosan pake suara perempuan sih!??”

Ashiya memukul-mukul kepalanya. Dia lupa kalau mulai hari ini dia akan menyamar sebagai cowok dan masuk ke Osaka gakuen, sekolah cowok. Lalu dia membuka sepatunya dengan cepat karena tahu sudah terlambat dari tadi.

“Aduh, lokerku dimana nih?” serunya kebingungan karena belum menemukan namanya di sekian loker yang ada. Dia mondar-mandir ke sana kemari, berpindah dari satu rak ke rak yang lain.

Saking buru-burunya, tidak sengaja dia menabrak seorang lelaki berjas dokter, yang umurnya mungkin sekitar 30-an. BUG! Mereka berdua saling termundur beberapa langkah.

Ashiya cepat-cepat minta maaf. Lalu dia bertanya, “Loker sepatu saya di mana ya? Saya mau taruh sepatu.”

Lelaki itu masih mengaduh sambil memegang dadanya yang tadi sempat terbentur sepatu Ashiya. “Aduh…” keluhnya. “Menaruh sepatu tidak harus di loker kan? Boleh dimana aja,” ujarnya sambil menahan sakit.

Ashiya melihat sebuah loker kosong satu-satunya yang ada di situ. “Ah, ini dia,” serunya pelan sambil memasukkan sepatunya dengan cepat.

Lelaki itu memandangi Ashiya yang sibuk dengan lokernya. “Hei, kau Ashiya Mizuki kan?”

Ashiya langsung menoleh dan mengangguk. Lelaki itu mendekati Ashiya perlahan dan menatap Ashiya dengan tajam. Ashiya yang merasa tatapan lelaki itu mencurigakan, perlahan-lahan mundur ke belakang dengan agak takut, sampai dia terbetur rak dan tidak bisa mundur lagi. Ternyata naluri perempuannya masih ada di tubuhnya.

Lelaki itu berhenti mendekat, menatapnya tajam, lalu menatap arlojinya. “Kau nggak takut telat?” tanyanya.

Ashiya tersadar dan ikut menatap arloji lelaki itu yang menunjukkan jam setengah sembilan. “Apa!!?” serunya kaget, kali ini tidak lupa dengan suara cowok. “Sialan!” serunya lagi sambil berlari cepat meninggalkan lelaki itu.

Lelaki itu berseru meremehkan, “Hei, kau di Amerika tinggal dimananya?” Setahunya orang Amerika adalah orang yang disiplin waktu.

California!” seru Ashiya dari kejauhan, ternyata mendengar pertanyaan lelaki itu.

^^^

Para murid di kelas 2-C terdengar heboh dan ramai. Sudah merupakan keseharian mereka, ribut seperti pasar ikan.

Ada topik baru nggak?” tanya seorang cowok pada teman-temannya sambil memainkan bola kakinya. “Seperti misalnya topik menarik,…telah diciptakan tim pertahanan wanita dengan cup payudara ukuran I, atau pembaca berita wanita berukuran G.”

Ketika cowok itu hendak kembali ke bangkunya, seorang teman cowoknya menyahut, “Payudara sebesar apa sih yang kau butuhkan agar kau puas??”

Dia langsung menghantam kepala temannya itu dengan bola kakinya. “Eh, akulah tipe payudara! Aku perlu sesuatu untuk merangsangku dengan baik! Itu yang aku maksud!” serunya kesal.

Tiba-tiba dua teman lainnya menghambur masuk ke kelas dengan heboh. “Berita BESAR!!” seru mereka. Seluruh isi kelas menatapnya heran.”SEMUANYA dengar!!” seru mereka lagi heboh.

Kali ini seluruh isi kelas berdiri, menatap mereka dengan penasaran. Kedua orang itu berdiri di depan kelas. “Katanya murid pindahan sudah datang!!!” seru mereka barengan.

“HEEEHH…!!?” seru satu kelas heboh dan kaget.

Salah satu di antara mereka berseru mewakili. “Yang dari AMERIKA itu?”

Seluruh isi kelas heboh mendengar kata Amerika.

“Wah, itu berarti dia berambut pirang??!” seru salah satunya lagi heboh.

Satu di antaranya lagi mengangguk setuju. “Iya, pirang.. dan bermata biru!!”

“Waah…keren banget tuh!!” seru beberapa di antara mereka mulai heboh dan gembira. Mereka merasa sekolah mereka yang terkenal sebagai murid-murid tampan akan tambah terkenal kalau ada murid pirangnya.

Cowok dengan bola kakinya tadi ikut tertawa heboh. “Oke..oke..semuanya! Dengar..dengar..dengar…” serunya berusaha menenangkan temannya. “Sekarang bagaimana? Kalian uda tau ank au yang harus kalian lakukan?” tanyanya masih heboh.

“YOOO!” seru seluruh isi kelas berbarengan dan semangat. Mereka semua punya tradisi, setiap ada murid baru atau orang baru masuk ke sekolah ini, maka sebagai awal perkenalan mereka akan mengerjain orang itu dulu.

“Tenang..tenang…” Wali kelas mereka masuk dan mereka semua kembali duduk tenang di bangku masing-masing. “Ya, ini mungkin mendadak,” kata wali kelas mereka. “tapi kita kedatangan siswa pindahan dari SMA Amerika.”

Seluruh isi kelas kembali heboh. Wali kelas itu berseru ke arah luar kelas, “Ya, masuklah.”

Seluruh isi kelas menatap pintu kelas dengan heboh sambil berseru, “Selamat datang di kelas baru!!!” Lalu mereka menatap pintu kelas, menanti si murid berambut pirang.

Sementara itu, di depan pintu kelas Ashiya sibuk menenangkan dirinya karena dia harus mengambil tantangan untuk masuk di sekolah khusus cowok. “Hufh…” Ashiya menarik napas. “Ashiya, SEMANGAT,” serunya pelan menyemangati dirinya. Setelah merapikan dirinya, memeriksa apakah dia sudah bergaya cowok, dan juga memberat-beratkan suaranya,setelah yakin, Ashiya membuka pintu kelas dengan mantap. Terdengar suara murid-murid di kelas bertepuk tangan heboh saat dia melangkah masuk. Ashiya pun segera masuk dengan gaya dibuat kayak gaya cowok. Kontan, ketika melihatnya semua murid di situ bengong dan berhenti bertepuk tangan.

“Hah?” Cowok dengan bola kakinya tadi terbengong-bengong juga dan menatap Ashiya heran. “Dia bukan orang Amerika kan?” tanyanya heran. Karena dilihat dari segi apapun sudah jelas Ashiya bertampang Jepang. Sama sekali tidak ada pirang-pirangnya.

“Dia lebih seperti orang Jepang kan?” seru yang lain tidak tahan menahan rasa penasaran.

Yang lain ikut heran. “Memang mengherankan. Tapi mungkin dia setengah Amerika setengah Jepang.”

Ashiya hanya termangu-mangu menengar ocehan mereka itu. Tanpa memedulikan itu lagi, Ashiya maju ke depan kelas untuk memperkenalkan dirinya. Wali kelas pun mulai menuliskan nama Ashiya di papan tulis.

“Wah, huruf kanji namanya,” seru salah satu dari mereka.

“Kita aja nggak bisa membacanya,” sambung yang lain disambut tawa anak-anak sekelas.

“EHEM,” dehem Ashiya untuk menarik perhatian cowok-cowok itu. Sebenernya dia sempat gugup menghadapi puluhan cowok di depannya. Tapi karena dia merasa dia adalah cowok, maka dia tidak perlu takut. “Perkenalkan, namaku Ashiya Mizuki.”

Cowok dengan bola kaki tadi yang paling heboh, kontan bengong mendengar Ashiya ngomong bahasa mereka dengan logat Jepangnya, dengan fasih pula. “Weh, jelas-jelas diliat bagaimana pun juga dia tuh orang Jepang!!” serunya heboh ke teman-temannya. Satu kelas langsung terbahak-bahak, tidak menyangka ternyata anak baru dari Amerika itu memang asli Jepang, bukan Amerika.

Wali kelas langsung mengambil alih suara. “Jadi mohon kerja samanya ya.”

“Yaaa,” jawab seluruh isi kelas dengan agak malas-malasan. Mereka mulai tidak semangat setelah tahu ternyata bukan cowok pirang yang masuk ke sekolah mereka.

“Oh ya. Bapak lupa sesuatu. Jadi kalian tunggu di kelas dengan tenang ya,” pinta wali kelas mereka.

Ketika bapak itu keluar kelas, Ashiya buru-buru mengikutinya karena kebingungan tidak tahu harus ngapain di kelas barunya. “Pak..Pak!” Tapi Bapak itu sudah keluar dengan cepat.

Tiba-tiba ada seseorang yang menendang bola kaki ke arah Ashiya dan BUG! Sukses menghantam kening Ashiya.

“AW!!” jerit Ashiya menahan sakit. Tangannya refleks memegang keningnya yang ngilu.

“GOL!!!” seru cowok yang punya bola kaki itu, dan dia juga yang tadi menendangnya. Seruannya disambut heboh dengan gembira oleh teman-teman sekelasnya. Bahkan ada yang bertepuk tangan.

Ashiya langsung menoleh galak, dan ketika itu juga ada sebuah bola lagi yang siap menghantamnya, dan buru-buru Ashiya menangkisnya dengan tasnya. Berhasil! Tidak lama kemudian ada sebuah bola lagi yang melayang ke arahnya. BUG! Ashiya kembali menangkis bola itu dengan tasnya. Berhasil lagi!

“Waaah…” seru seluruh murid di kelas dengan penuh kagum, tidak menyangka Ashiya berhasil menangkis dua serangan bola dari mereka dengan hebat.

Ashiya tersenyum penuh kemenangan. Tiba-tiba, PANG!!


Ada sebuah ember seng yang jatuh dari atas kepalanya dan sukses menghantam kepalanya. Ashiya terpaku, menahan senut-senut di kepalanya.

Satu kelas langsung kembali tertawa terbahak-bahak menertawakan muka Ashiya yang tadinya penuh kemenangan, sekarang menjadi terlihat bodoh.

Cowok yang punya bola kaki tadi juga tertawa dan langsung menghampiri Ashiya di depan kelas. Tangannya merangkul Ashiya sambil ngoceh, “Lihat teman-teman! Muka penuh kemenangannya ini…lihat! Hahaha,” tawanya terbahak-bahak diikutin tawa teman-teman sekelasnya.

Ashiya cemberut dan langsung menepis tangan cowok itu dengan kesal. Hal itu malah membuat cowok itu semakin tertawa terbahak-bahak.

“Hei, anak baru,” tegur salah satu murid. “Apa kau baik-baik aja setelah kejatuhan ember?” tanyanya menggoda. Seluruh isi kelas kembali tertawa terbahak-bahak.

“Ashiya! Ashiya!” panggil seorang cowok. “Tempat dudukmu di sini!” serunya sambil menunjuk bangku kosong yang ada di sebelahnya. Di kelas ini semua murid punya bangku sendiri-sendiri.

Tanpa memedulikan tawa yang lain, Ashiya dengan cepat berjalan ke tempat duduknya. Tapi, seseorang menjegal kakinya ketika dia jalan. BUG! Ashiya langsung terjerungkup meski tidak terlalu keras. Ashiya langsung menoleh ke arah yang menjenggalnya, seorang cowok cakep.

“Jangan terlalu percaya diri,” kata cowok itu agak sinis. “cuma karena wajahmu manis.” Dia menatap Ashiya sinis. “Karena asal kau tahu, wajahku LEBIH manis dari wajahmu,” ledeknya.

Satu kelas langsung heboh lagi dengan serunya. Tanpa memedulikan ledekan-ledekan mereka, Ashiya langsung bangkit dan duduk di tempat duduknya. Matanya menatap satu persatu seluruh murid di kelas itu, yang sibuk menertawakan dan meledeknya. Bahkan cowok yang selalu memegang bola kakinya itu juga menatapnya sambil tertawa heboh.

“Hey, sepatu siapa ini?” tanya seorang cowok di luar pintu kelas. Tangannya terjulur ke dalam kelas memperlihatkan sepasang sepatu di tangannya

Semua menatap tangan dan sepatu itu.

“Sepatuku!” seru Ashiya ketika mengenali bentuk sepatu itu.

Satu kelas kembali menertawakan Ashiya.

“Heh, anak baru,” tegur seseorang. “Kau ini bodoh sekali ya..”

Cowok yang ada di luar kelas itu kembali bersuara. “Jangan taruh sepatumu di loker sepatu orang lain,” katanya memperingatkan.

Mendengar itu Ashiya segera berjalan ke pintu kelas dengan kesal, bermaksud mengambil sepatunya. “Heh, tutup mulutmu!” serunya kesal. “Kalau kau juga mau coba-coba menggangguku, boleh-boleh aja!” omelnya kesal di depan cowok yang memegang sepatunya itu. Cowok itu yang tadinya hanya menunduk, langsung mengangkat kepalanya sedikit menatap Ashiya dengan tajam.

Melihat wajah cowok itu, Ashiya ternganga sedikit dan menatapnya tidak berkedip sekaligus tak percaya. “Sano Izumi?” tanyanya pelan.

“Ya, nama itu yang tertulis di loker itu. Kau nggak baca, heh?” kata cowok itu dingin.

Ashiya masih memandang Sano tidak berkedip. Akhirnya, ketemu, gumam Ashiya dalam hati masih tidak percaya kalau dia ketemu dengan Sano, idolanya. Demi bertemu dengan Sano, dia rela jauh-jauh dari Amerika datang ke sekolah ini dan menyamar jadi cowok.

Tanpa peduli dengan Ashiya yang memandangnya tak berkedip, Sano meletakkan sepatu itu di kepala Ashiya. “Anak kecil,” gumamnya lalu berlalu begitu saja masuk ke kelas dan menuju ke bangkunya.

“Hey, dia siapa?” tanya Sano pada Kayashima yang duduk di bangku paling depan dan dari tadi hanya membaca buku.

“Murid pindahan dari Amerika.”

Sano melirik Ashiya, juga merasa bahwa Ashiya tidak ada tampang-tampang sebagai murid pindahan dari Amerika. Ashiya buru-buru tersadar dan menurunkan sepatu yang ada di kepalanya dengan agak kesal, lalu berjalan cepat ke bangkunya sambil menenteng sepatu. Ketika dia hendak duduk, Sano menghampiri bangkunya dan melempar tas Ashiya ke belakang kelas.

Ashiya menatap Sano kaget.

“Apa?” tanya Sano datar. “Ini bangkuku.”

Seluruh murid yang memperhatikan itu tertawa terbahak-bahak, merasa berhasil mengerjai Ashiya lagi. Ashiya menatap mereka semua dengan marah. Tapi karena merasa dia adalah murid baru, maka Ashiya berusaha menyabarkan dirinya. Dia mengambil tasnya yang ada di lantai dan memandang Sano yang sudah duduk di bangkunya. Dia tahu dan dia percaya, kalau sebenarnya Sano tidak seburuk ini. Ada beberapa alasan yang membuat Sano berubah jadi bertingkah buruk seperti ini. Bahkan Ashiya bisa melihat sebuah anting di telinga Sano.

Perlahan Ashiya duduk di bangku kosong yang ada di belakang bangku Sano. Matanya menatap Sano dengan sedih. Akhirnya aku bisa ketemu dengannya,gumamnya dalam hati sambil menatap belakang Sano.

Dulunya Sano adalah seorang atlet lompat tinggi. Dan Ashiya adalah fans yang mengidolakannya. Ashiya masih ingat ketika terakhir dia menonton Sano ikut kejuaraan lompat tinggi di Amerika. Saat itu Sano terlihat keren.

“Ashiya,” tegur seorang cowok tiba-tiba. Ashiya tersadar dari lamunannya tentang Sano dan menatap cowok itu. “Apa betul kau pelari, memegang rekor 100 meter di sekolahmu di Amerika?” tanya cowok itu ingin tahu.

“HEEE?” satu kelas yang mendengar itu langsung berseru tak percaya.

“Aku nggak peduli itu Amerika atau Ameyoko,” seru cowok yang tadi menjenggal kaki Ashiya, dengan sinisnya. “Tapi kayaknya itu bukan rekor yang hebat,” ledeknya sambil melirik Ashiya dengan sinis.

Ashiya hanya diam tidak tahu harus bagaimana menghadapi cowok yang selalu sinis kepadanya itu.

“Nggak!” bantah cowok lain yang dari tadi sibuk menatap laptop . “Dia malah lebih cepat dari pelari tercepat yang ada di kelas kita, si Nakatsu!” serunya heboh sambil memperlihatkan data rekor yang berhasil dicapai oleh Nakatsu selama ini.

“Hee, masa??” seru seluruh murid heboh dan sibuk mengerumuni cowok itu untuk melihat rekor-rekornya Nakatsu.

Seorang cowok tiba-tiba menarik Ashiya ke dinding dan memegangi kedua tangan Ashiya agar tidak memberontak.

“Eh, lepasin!!” berontak Ashiya sekuat tenaga tapi tidak berhasil.

Seorang cwook lagi memegang kedua kakinya, memperhatikan kakinya. “Kayaknya kedua otot kakinya normal-normal aja tuh. Malah nggak ada ototnya sama sekali,” serunya.

“Kau cuma periksa otot bagian tubuh bawahnya aja, belum semuanya,” kata yang lain.

“Oke,” Nakatsu, yang ternyata adalah cowok yang selalu bermain dengan bola kaki itu dan telah menendang sebuah bola ke arah Ashiya tadi, langsung bangkit. “Biar gue yang periksa bagian otot atasnya,” serunya dengan nada meledek dan meremehkan Ashiya. Baginya Ashiya adalah cowok cemen, karena sama sekali tidak terlihat kekar sebagaimana cowok biasanya.

Nakatsu mendekati Ashiya dan Ashiya sibuk memberontak dengan panik. “Jangan!” seru Ashiya panik. Tapi keburu Nakatsu sudah menempelkan kedua tangannya di dada Ashiya. Ashiya hampir terbelalak karena Nakatsu sudah menyentuh bagian dadanya. Meskipun dia sudah memakai Vest untuk menutupi dadanya, tapi tetap saja dia khawatir kalau-kalau ketahuan. Ketika meraba bagian dada dan perut Ashiya, Nakatsu bengong.

“Kau..” katanya menatap Ashiya. Ashiya mulai panik, takut kalau ketahuan. “Nggak punya otot perut!?” seru Nakatsu dengan nada heran. Mendengar itu, seluruh murid kecuali Sano, menertawakan Ashiya dengan heboh. Nakatsu juga tertawa sambil kembali ke tempat duduknya.

Ashiya meredam rasa malunya, meskipun dalam hati dia bersyukur karena tidak ketahuan. “Kenapa tertawa? Cuma itu aja, kenapa ketawa?” seru Ashiya dengan nada tertahan.

Nakatsu langsung menoleh dan menghampirinya lagi. “Kau nggak punya otot kaki,” katanya setengah meledek sambil menepuk perut Ashiya. “nggak punya otot perut juga,” serunya, lalu menatap teman-temannya. “Woy, bung, mana mungkin aku bisa kalah dari orang lemah kayak dia.”

Teman-temannya kembali heboh tertawa. Salah satu dari mereka menengahi kehebohan itu. “Kenapa nggak kita buktikan aja siapa pemenangnya di antara mereka? Nanti ‘kan ada lomba marathon.”

“Lomba marathon?” tanya Ashiya bingung. Dia tidak pernah ikut lomba lari marathon. Di Amerika dia biasanya ikut lomba lari lintasan.

“Jangan buat alasan,” seru Nakatsu yang merasa Ashiya akan menolak ikut. “Lari 100 meter sama lomba marathon kan nggak beda-beda jauh.”

“Betul,” sambung cowok yang dari tadi selalu melirik sinis ke Ashiya.

“Jelas aja beda, lomba marathon sama lari lintasan,” kata Sano datar. “Cuma karena itu aja kalian heboh kayak kera yang menjerit karena dikurung di kandang,” kata Sano masih dengan nadanya yang khas, datar dan pelan.

Melihat sahabatnya bicara, Nakatsu menatap Sano takjub. Lalu dia menatap teman yang lain. “Yang Sano bilang betul. Persis seperti anggota penguasa lintasan dan lapangan.” Nakatsu menatap Sano dan tersenyum. “Sikapmu bener-bener dewasa, Sano,” katanya kagum.

“Kalian aja yang kayak anak kecil,” gumam Sano lalu beranjak pergi ke luar kelas.

“Hei, Sano. Tunggu dulu,” panggil Nakatsu, tapi Sano tidak memperdulikannya. Ashiya segera berlari ke luar kelas, menyusul Sano.

“Sano,” serunya memanggil ketika berhasil menyusul Sano. Sano berhenti dan menoleh. “Terimakasih sudah membelaku,” ujar Ashiya tulus sambil tersenyum ramah.

Sano menatapnya dingin. “Kau ini bicara apa?”

“Hah?” Ashiya bengong.

“Apa kau ini idiot?” tanya Sano kesal, lalu berjalan pergi.

“Idiot?” ulang Ashiya bingung. Lalu dia kembali mengejar Sano. “Sano.”

Sano menoleh. “Apa lagi?”

Ashiya gelisah mau mulai ngomong. “Um…eh….jadi….” katanya agak bingung.

Sano yang melihat tingkah Ashiya persis seperti anak cewek yang ketemu sama cowok yang disukainya, tersenyum geli. “Maap, aku nggak hobi yang kayak gituan,” kata Sano, lantas kembali berjalan meninggalkan Ashiya.

“Hobi gituan?” ulang Ashiya bingung, tidak mengerti. Matanya menata gaya tubuhnya dan tersadar kalau gayanya persis gaya cewek. “Aduhh!!” serunya merasa bego. “Kenapa aku bisa kebablasan gaya cewek!!!” serunya panik. Tadi pasti Sano sudah menyangka dia suka sama Sano. Dan mungkin Sano kira dia adalah gay!!

^^^

Seorang wanita cantik berjalan dengan anggun memasuki halaman SMA Osaka Gakuen sambil membawa sebuah koper. Dia adalah kepala sekolah SMA Osaka Gakuen.

Dia memasuki ruangannya, dan tidak lama kemudian seorang asistennya, seorang laki-laki, masuk ke ruangannya dan memberi hormat. “Kepala sekolah, sejak kapan anda datang?” tanyanya ramah dan sopan.

“Mungkin sejak se-jam yang lalu?” jawab kepala sekolah, tersenyum ramah.

“Tapi Ibu bilang, Ibu akan ke sekolah Ibu yang di Los Angeles?” tanya asistennya heran.

Wanita itu tersenyum lagi. “Saya ingin melihat wajah-awajah murid baru. Jadi saya kembali. Oh ya, ini hadiah yang dikirimkan dari Los Angeles,” katanya sambil menghampiri sebuah pot bunga cantik. “Kalau sampai bunga ini kering, kamu akan saya pecat,” katanya bercanda.

“Ibu!” asisten itu mulai panik. wanita itu tersenyum geli melihat kepanikan asistennya itu sat dengar kata-kata pecat. Lalu dia memandang ke luar jendela sambil tersenyum. “Kamu tahu tidak? Saya tidak sabar menunggu bunga apa yang akan bermekaran di sekolah kita ini?”

-ini mungkin maksudnya bukan bunga tanaman, tapi sesuatu yang bisa membuat suasana sekolah ini menjadi berbunga-bunga dan bahagia. menurutku yang dia maksud, pada akhirnya jawabannya adalah Ashiya-

^^^

Dengan panik Ashiya masuk ke toilet sambil berusaha menjepit pahanya untuk menahan pipis yang sudah diujung. Dia menggedor pintu WC pertama, tapi ada orangnya.

“Aduh,” keluhnya panik lalu menggedor pintu WC ke dua, dan juga ada orangnya. “ADUH!!” serunya lagi. Lalu dia pergi menggedor pintu terakhir, juga ada orangnya. “Aduh!!” keluhnya. “Nggak mungkin, bagaimana ini???” serunya panik sambil sibuk menahan pipis.

Seorang cowok yang sedang pipis berdiri di situ, memperhatikan dirinya, dan bertanya heran, “Mau eek? Berak?”

Ashiya mendelik mendengar perkataan jorok itu. Tapi tidak lama dia tersadar kalau wajar saja cowok itu ngomong begitu. Dia cowok. Dan ini sekolah yang isinya cowok semua. Pasti mereka sudah terbiasa ngomong yang begituan tanpa malu.

“Nggak,” jawab Ashiya akhirnya sambil melompat-lompat heboh karena pipisnya sudah mau keluar.

“Lha, kalo gitu, kenapa nggak di sini aja?” tanya cowok itu heran.

“Oh..ia,” sahut Ashiya pura-pura bego. Lalu dengan perlahan-lahan, karena takut bocor duluan, dia berjalan ke tempat yang kosong. Dia berjalan sambil menjepit pahanya, agar air seninya tidak keburu keluar. Tiba di tempat Ashiya jadi bingung. Bagaimana caranya pipis berdiri? Matanya melirik ke cowok itu bermaksud cari tahu bagaimana caranya dia bisa pipis berdiri.

Sadar dilihatin, cowok itu cepat-cepat menutup resleting celananya. “Hei,lihat apa kau?” tanyanya cepat.

“Nggak,” sahut Ashiya buru-buru. Tiba-tiba dia kembali tersadar dengan pipisnya yang sudah betul-betul di ujung tanduk. “Aduh, bagaimana ini?” gumamnya panik sambil melompat-lompat.

“Aahh…lega..” tiba-tiba secara bersamaan tiga pintu WC di belakangnya terbuka lebar. Ashiya mendesah lega.

“Akhirnya…”

^^^

SMA Osaka Gakuen punya tiga asrama. Dan masing-masing asrama ada kepala asramanya. Kepala asrama mereka juga murid sekolah itu Di asrama 1, kepala asramanya adalah Tennoiji, di Asrama 2 ada Nanba Minami, di Asrama 3 ada ..

Saat ini anggota Asrama 1 sedang berkumpul di halaman belakang sekolah dengan pakaian khas mereka, pakaian karateka. Masing-masing astama memang punya khas pakaian tersendiri di luar jam pelajaran yang memakai seragam. Kalau Asrama 1 pakai pakaian karate, Asrama 2 memakai pakaian normal yang biasa, dan Asrama 3 memakai pakaian jubah kayak di dongeng-dongeng.

“Kalian tau kan, kalau sekolah kita akan mengadakan lomba antar asrama?” tanya Tennoiji pada anak buahnya.

“Aku nggak tahu,” sahut salah satu anak buahnya yang langsung dihantam oleh Tennoiji pake kayu yang selalu dibawanya kemana-mana.

“Dasar idiot!” bentak Tennoiji. “Lomba pertama kita adalah lomba marathon yang akan diadakan minggu depan,” jelas Tennoiji. “Tentu saja Asrama 1 yang harus memenangkan perlombaan itu!” katanya tegas.

Tiba-tiba seorang anak buahnya berlari ke arahnya dengan heboh. “Ketua!! Ketua!!!”

“Apa!!?” bentaknya kesal, karena merasa terganggu.

“Ternyata murid pindahan di sekolah kita adalah pelari 100 meter dalam waktu 10 detik!!” lapornya.

“Apa!?” seru Tennoiji kaget.

^^^

Sementara itu kabar itu mulai tersebar luas dengan gossip-gosip yang sudah dibumbui. Bahkan ketika tiba ditelinga kepala asrama 3, gossipnya Ashiya bisa mencapai 100 meter dalam waktu 8 detik.

“Benarkah!!?” seru kepala Asrama 3 takjub.

“Gossip itu nggak diragukan lagi!” sahut salah satu anggotanya yang memberikan info soal itu.

“Itu luar biasa,” ujar kepala Asrama 3 kagum. “Dalam hal ini, kebetulan Asrama kita sedang kritis karena kita kekurangan anggota yang bisa berlari cepat dalam lomba marathon nanti. Dia akan jadi penyelamat Asrama 3,” kata kepala Asrama 3 dengan yakin sambil mengibaskan jubah kebanggaannya.

Seorang anak buahnya tiba-tiba menunjuk ke arah jam 12. “Itu Ashiya!”

Saat itu Ashiya sedang berjalan melewati lapangan dengan ranselnya. “Hadang dia!” perintah kepala Asrama 3. Mereka semua lalu mengelilingi Ashiya membuat Ashiya tidak bisa kemana-mana. Ashiya menatap mereka bingung. Ditambah lagi ketika seseorang mendekatinya yang tidak lain adalah kepala asrama 3.

“Perkenalkan,” seru cowok itu penuh percaya diri. Lalu sekali lagi dia mengibaskan jubah kebanggaannya. “Oscar M. Himejima.”

“Hah?” Ashiya melongo.

“Apa kau nggak mau masuk Asrama 3?” tanya Oscar setengah membujuk agar Ashiya mau masuk Asrama 3.

“Asrama 3?”

“Kami nggak akan bersikap buruk padamu,” kata Oscar menjanjikan. “jadi, mohon, tanda-tangan di sini,” pinta oscar membujuk sambil menyerahkan sebuah kertas.

Ashiya membacanya. “Perjanjian penerimaan masuk Asrama?”

“Ya.”

“Nggak,” sahut Ashiya cepat dan langsung lari, kabur. Setelah berlari cukup jauh,dia tiba di pintu gerbang Barat Osaka Gakuen. Dia pun berhenti karena sudah merasa aman. “Hhh….hampir aja,” keluhnya. Lalu dia berjalan masuk dengan santai. Tiba-tiba segerombolan cowok berpakaian karate menghadangnya. “Hah, lagi??’ seru Ashiya dengan nada capek. Dia sudah lelah berlari menghindarin gerombolan tadi, sekarang muncul gerombolan baru.

“Ashiya Mizuki!” seru Tennouiji. “Kami dari Asrama 1, ingin menguji kemampuanmu!” kata Tennoiji tegas.

“Aku menolak!” sahut Ashiya tidak kalah tegas. Lalu dengan cepat dia berlari kabur.

Tapi belum sempat beberapa langkah, dia dihadang oleh gerombolan Asrama 3. Kini, dia ada di antara gerombolan Asrama 1 dan 3.

“Kau akan kami paksa masuk ke Asrama 1!” seru tennoiji tegas.

“Tennoiji!” seru Oscar. “Ashiya milikku!”

“Heh!”dengan galak Tennoiji menghadap Oscar. “Perhatikan aja kutumu!”

“Beraninya kau menghina aku!” bentak Oscar tidak mau kalah. “Dasar kepala bakso!”

Mereka lalu berkelahi. Di saat itulah Ashiya mencuri kesempatan untu kabur. Dia berlari sejauh mungkin. Setelah jauh, dia berhenti dan mengatur napas. “Hos..hos…ada apa dengan sekolah ini!?” serunya heran karena dari tadi ketemu orang-orang aneh.

“Hey, anak baru,” seru seorang cowok menegurnya.

Dengan cepat Ashiya bersembunyi dibalik semak dan menyiapkan tasnya sebagai perisai kalau-kalau dia diserang lagi. Cowok itu menatapnya heran. Lalu Ashiya mengintip, dan mendapati kalau yang menegurnya adalah teman sekelasnya. Ashiya menurunkan tasnya yang tadi diangkatnya tinggi, dengan perasaan lega. “Oh, ternyata kau.”

“Aku Sekime,” Cowok itu tersenyum ramah. Mereka lalu ngobrol berdua dan Ashiya mengadukan semua yang dialaminya pagi ini. Sekime tertawa terbahak-bahak.

“Kau ternyata bener-bener disiksa ya,” kata Sekime sambil tertawa, merasa lucu sekaligus kasihan.

“Kau tahu nggak apa itu Asrama 1 dan Asrama 3?” tanya Ashiya.

Sekime tersenyum lalu mengajak Ashiya melihat peta sekolah yang sangat besar.

^^^

Mereka tiba di sebuah tempat yang ada peta besar tergantung.

Sekime menunjuk peta itu sambil menjelaskan, “Di sekolah ini ada 3 asrama, ank au bebas memilih mana yang ingin kau masuki.” Sekime menunjuk sebuah gambar di peta. “Ini Asrama 1, asrama bela diri diketuai oleh kepala asrama Tennouji.” Lalu Sekime menunjuk gambar yang lain. “Kepala Asrama Nanba mengepalai Asrama 2, asrama Olahraga.” Lalu dia menunjuk gambar yang lain lagi. “Dan Kepala Asrama Himejima mengepalai Asrama 3, Asrama Seni.” Sekime menatap Ashiya yang daritadi memperhatikan dengan saksama. “Ketiga Asrama ini bersaing dalam semua kegiatan sekolah.”

“Bersaing? Untuk apa?” tanya Ashiya bingung.

“Jika kau memenangkan sebuah lomba, kau akan dapat privileges khusus. Sebagai contoh, pencuci mulut setelah makan selama setahun, atau dibebaskan dari latihan senam pagi. Yah, pokoknya pasti adalah hadiah yang akan diterima dalam lomba marathon nanti.”

“Oh,” Ashiya mulai mengerti kenapa mereka semua memperebutkannya. “Pantas mereka semua sedang putus asa mencari pelari.”

“Yah, mungkin itu juga sebabnya gossip tentang kau pelari cepat menjadi cepat menyebar, Ashiya.”

“Ngomong-ngomong, Sano masuk asrama yang mana?” tanya Ashiya.

“Sano sama kayak aku, Asrama 2.”

^^^

Ashiya memperhatikan pitu gerbang Asrama 2. Kini, dia sudah berdiri di depannya, tapi masih ragu untuk masuk. Dia menatap sekeliling, dan tanpa sadar matanya menangkap sepasang kekasih berciuman di dekat pohon. Mata Ashiya melotot melihatnya. Sepasang kekasih itu selesai berciuman, dan hendak berpisah.Cowok itu hendak kembali ke asrama. Buru-buru Ashiya sembunyi di semak-semak masih dengan menutup matanya. Meskipun begitu, mata cowok itu tidak luput dari Ashiya. Perlahan cowok itu mendekati Ashiya seolah-olah pernah melihat Ashiya. Ashiya mulai panik.

“Ashiya?” tegur cowok itu tidak percaya. Mau tidak mau Ashiya mengangguk dan berdiri. Cowok itu terlihat gembira, sepertinya dia juga sudah mendengar kabar tentang Ashiya yang pelari cepat. “Seperti yang aku duga! Hei, aku kepala asrama di sini, Nanba Minami,” kata cowok itu memperkenalkan diri. “Kalo boleh, aku mau memperkenalkan seluruh bagian dalam asrama ini.”

Nanba segera merangkul Ashiya, tapi Ashiya terlihat enggan.

“Ng..ngg..nggak,” tolak Ashiya halus. Tapi Nanba tetap menariknya masuk.

“Nggak apa-apa kok. Jangan menolak. Ayo,masuk.”

Mereka berdua masuk ke dalam Asrama.

^^^

Ashiya dan Nanba berjalan mengelilingi Asrama dua.

“Bagaimana? Sangat bagus’kan?” seru Nanba dengan nada bangga. Lalu dia menarik Ashiya lebih ke dalam. Mereka berpapasan dengan seorang cowok yang dikenal Ashiya sebagai teman sekelasnya. Cowok itu juga sepertinya ingat dengan Ashiya. Mereka saling berpandangan sampai Ashiya ditarik lagi oleh Nanba dibawa ke tempat lain.

“Ini adalah lobi!” seru Nanba sambil menunjuk tempat yang dimaksudnya. “Ini adalah batas pemisah antar asrama,” serunya semangat. Dia menunjuk ke gedung lain di luar batasan itu. “Itu adalah Asrama 1.” Dia menoleh ke Ashiya, tapi ternyata Ashiya tidak ada di belakangnya. Dia cari ke belakang, dan ternyata Ashiya sedang memperhatikan Anjing sambil senyum-senyum.

“Oh, anjing ini bernama Yujiro,” jelas Nanba. “Dia ini hanya mau dekat dengan Sano dan gadis-gadis. Dia nggak terlalu suka dengan cowok selain Sano. Jadi kau jangan coba-coba mendekatinya,” kata Nanba mengingatkan. “kalau kau terlalu dekat, kau akan digi…” Kalimat Nanba terputus karena Ashiya langsung dengan hebohnya mengelus bulu Yujiro dengan girang.

"Anjing, kaulucu sekali!!" seru Ashiya gemas.


“Eeeehh!” seru Nanba panik.

Tapi Yujiro sama sekali tidak kenapa-kenapa saat disentuh oleh Ashiya. Hal itu membuat Nanba bengong dan heran.

Lalu setelah itu Nanba mengajak Ashiya ke tempat pencucian pakaian. “Kalau kau nggak menjaga baju dalammu dengan baik, pasti dicuri,” jelas Nanba.

Ashiya manggut-manggut. Nanba mengajaknya pergi ke tempat lain lagi. Tapi langkah Ashiya terhalang oleh seorang cowok yang membawa pakaian. Ashiya mengenalinya sebagai cowok yang berpapasan dengannya di lobi tadi. Setelah memandang aneh cowok itu sebentar, Ashiya segera menyusul Nanba. Cowok itu memandangi Ashiya yang pergi.

Ketika mereka tiba di sebuah ruangan yang sangat besar, Nanba langsung menjelaskan. “Ini Kafetaria. Sama dengan dua asrama lainnya, mulai dari jam 7 pagi ampe jam 7 malam.”

Ashiya manggut-manggut. Matanya menatap sekeliling ruangan itu dan dia menangkap sosok cowok yang tadi ditemuinya di tempat cuci baju sedang makan di salah satu meja. Ashiya menatapnya aneh. Setelah dipikirnya, tadi mereka ketemu di lobi, jalan ke arah yang berbeda. Padahal ketika itu dia sedang menuju tempat cuci baju, tapi cowok itu sudah ada di sana mengangkat pakaian. Terus, tadi dia dan Nanba pergi ke sini, cowok itu masih di sana, tapi sekarang sudah ada di sini dan sedang makan. Ashiya menyadari sesuatu dan langsung berteriak.

“NGGAK MUNGKIN!!!!!!!” teriaknya dan langsung menghampiri Nanba. “Semua tempat yang sudah kita kunjungi, selalu ada orang yang sama,” adunya dengan takut-takut.

Nanba tertawa. “Nggak mungkin. Perasaanmu aja.”

“Aku serius!” teriak Ashiya. “Karena aku selalu nggak sengaja…” dia melirik ke cowok yang lagi makan itu. “Hantu??” pekiknya tertahan.

Cowok itu menoleh dengan wajah datar membuat Ashiya langsung lari terbirit-birit ke belakang Nanba, bersembunyi. “Dia datang! Dia datang! Dia datang!!”

Nanba kebingungan ditarik-tarik oleh Ashiya dan dia pun menoleh ke cowok yang dibilang hantu oleh Ashiya. Cowok itu sudah kembali makan. Nanba tersenyum geli ke Ashiya. “Maksudmu hantu, itu, Kayashima? Dia bukan hantu. Tapi dia bisa liat hantu.”

“Dia bukan hantu?” tanya Ashiya ragu sambil lirik Kayashima. Cowok itu langsung berdiri dan menghampiri Ashiya perlahan. Kedua tangannya diangkat seperti penjahat yang dibekuk polisi, lalu diarahkannya ke Ashiya.

“Kau…” kata Kayashima pelan. “Kau punya aura yang sangat menarik.”

“Aura?” tanya Ashiya takut-takut. Kayashima langsung pergi meninggalkan mereka.

Tiba-tiba terdengar suara derap kaki memasuki ruang Kafetaria. Ternyata mereka adalah gerombolan dari Asrama 1 dan Asrama 3.

“Apa!?” seru Ashiya kaget, tidak menyangka bakal ketemu dengan dua gerombolan aneh itu.

“Ashiya!” seru Tennoiji mengingatkan. “Hati-hati, kalau kau ada di dekatnya,” menunjuk Nanba. “KAU bisa hamil!”

“Hamil!??” seru Ashiya melotot. Tanpa sadar dia lupa kalau dia menyamar jadi cowok dan merasa dirinya cewek. Refleks dia lari kabur dari Nanba sejauh mungkin sambil teriak-teriak takut.

“Ashiya,” Nanba mau mendekatinya tapi Ashiya makin lari menjauh.

“Kau tahu, Ashiya,” tambah Oscar berusaha menakut-nakuti Ashiya agar tidak mau masuk ke Asrama 2. “Kemaluannya Nanba ini berjalan. Di antara kami sudah banyak yang jadi korbannya.”

“Hiiiiii!!!!!!!” Ashiya langsung lari menuju jendela lebih memilih memandang keluar daripada memandang Nanba dan mereka.

“Ashiya, itu nggak mungkin,” seru Nanba tapi dengan senyum geli.

“Ashiya, masuk ke Asrama 1 kami aja,” pinta Tennouji.

Ashiya tidak memperhatikan pembicaraan meeka semua, karena matanya menangkap sosok Sano yang sedang tidur di halaman Asrama 2. Dia memandangi cowok itu, dan dia ingat bahwa tujuannya masuk sekolah ini adalah Sano. Dia pun menetapkan dan meyakini dirinya bahwa dia harus masuk Asrama 2. Ashiya segera menoleh ke mereka yang masih memperebutkan Ashiya.

“Aku sudah tetapkan,” kata Ashiya tegas membuat semuanya terdiam. “Aku…masuk Asrama 2.”

“Heee?” seru gerombolan Asrama 1 dan Asrama 3 heboh.

^^^

Ashiya berlari menghampiri Sano yang tertidur di halaman Asrama 2, di atas kursi kayu panjang. Diam-diam dia memperhatikan wajah tidur Sano.

“Dia nggak pernah tertawa lagi sejak itu,” gumam Ashiya agak sedih. Dia ingat terakhir kali dia menonton Sano ikut lomba lompat tinggi dan meraih juara, saat itu juga terakhir kalinya dia melihat Sano tersenyum sambil mengangkat piala.

Perlahan Ashiya melemparkan tasnya ke atas rumput lalu duduk di tepi atas kursi itu bermaksud untuk istirahat sebentar karena dari tadi dia merasa lelah gara-gara ulah Asrama 1 dan Asrama 3. Ketika dia menguap dan menyenderkan tubuhnya di kursi itu, tanpa sengaja badannya kehilangan keseimbangan dan dia jatuh bersamaan dengan kursi yang tiba-tiba ikut terbalik itu. Sano yang tidur, ikut jatuh terguling dan jatuh menindis tubuh Ashiya.

“Aduh,” keluh Ashiya merasa keberatan.

Sano terbangun dan mengangkat tubuhnya lalu menatap Ashiya heran. “Apa yang kau lakukan?”

“Nggak..itu…” jawab Ashiya amburadul. Sano segera bangkit dari atas tubuh Ashiya.

“Kau selalu buat masalah,” kata Sano lalu berlalu meninggalkan tempat itu sambil membersihkan pakaianya yang kotor karena terjatuh tadi.

Ashiya masih terbaring di atas rumput sama sekali tidak bergerak. Dia masih syok.

^^^

“Ini soal anggota Marathon, aku akan menunjuk siapa aja yang ikut lomba marathon,” seru Nanba ketika seluruh anggota asrama 2 berkumpul di Kafetaria. “Pertama aku, lalu yang berhasil juara tahun lalu, Nakatsu.”

Semuanya memberikan tepuk tangan.

“Dan juga tentunya akan dibereskan oleh pemain lintasan dan lapangan kita, Sekime,” sambung Nanba membuat semuanya kembali bertepuk tangan. “Dan lalu, Ashiya!”

“Heh?” Ashiya kaget tiba-tiba ditunjuk.

“Kau pelari cepat kan?” tanya Nanba.

“Eh..” Ashiya bingung. “Nggak. Aku ini pelari jarak pendek. Jadi kalau untuk marathon…akan jadi…” kata Ashiya ragu-ragu.

“Kau mau melarikan diri dari lomba marathon?” tegur Nakatsu agak tidak suka.

“Biar aku aja!” seru cowok yang selalu sinis pada Ashiya sejak awal, yang belakangan diketahui Ashiya bernama Nakao, dan dia ternyata menyukai Nanba alias gay. Dan Ashiya juga baru tahu kalau Nakao sinis padanya sejak awal karena merasa tersaingi dengan wajah Ashiya yang manis.

Tidak ada yang mendengarkan Nakao. Nanba tetap bertanya pada Ashiya.

“Jadi, bagaimana, Ashiya?”

“Aku yang akan lakukan!” seru Nakao lagi sambil mengangkat tangannya untuk menarik perhatian Nanba. Tapi Nanba tetap tidak peduli padanya.

“Ya, ada yang lain yang mau gantiin Ashiya?” tanya Nanba pada yang lain.

“Aku mau!” seru Nakao lagi.

“Kau nggak bisa,” sahut Nanba akhirnya dengan kesal.

“Pasti bisa.Teman ayahku ada yang pelari marathon. Aku ya?” bujuknya.

“Apa hubungannya?” seru Nanba kesal.

Tapi Nakao terus membujuk dan memaksa. Akhirnya Nanba menyerah. “Ba..ba..ba..ik…lah. Kau ikut,kau ikut.” Lalu Nanba menatap anak buahnya yang lain. “Oke, satu lagi-satu lagi. Siapa yang mau?”

“Sano,” saran Nakatsu sambil memandang Sano yang duduk menyendiri di belakang. Sano mengangkat kepalanya.

“Lewatkan aja aku,”pinta Sano.

“Kenapa? Luka di kakimu sudah sembuh kan sekarang?” tanya Nakatsu mulai habis kesabaran menghadapi Sano. Dia mendatangi Sano dengan wajah kesal

“Nakatsu-nakatsu,” seru yang lain berusaha menghalangi Nakatsu agar tidak berantem dengan Sano. Tapi Nakatsu tetap berjalan menghampiri Sano.

“Hanya karena kau telah merobek tendon AchillescY, kau berhenti lompat tinggi sesukamu,” seru Nakatsu penuh kejengkelan. “Aku sama sekali nggak ngerti.”

“Untuk orang tolol sepertimu,” sahut Sano tenang.

“bahkan untuk waktu selamanya, nggak akan cukup untuk membuatmu mengerti. Kau nggak akan pernah mengerti,” katanya sambil menatap Nakatsu dengan tajam.

“Oh ya??” Nakatsu mendekati Sano dengan agak beringas. Semua langsung heboh dan berusaha menghalangi Nakatsu yang marah. Nanba berhasil berdiri di antara Nakatsu dan Sano.

“Kalian ini kan dulu dekat,” kata Nanba heran karena melihat mereka belakangan ini selalu berantem.

“Nggak juga,” sahut Sano datar.

“Sano,” tegur Nanba.

“Sudahlah,” potong Nakatsu. “Kita juga nggak butuh kok orang kayak dia.”

Ashiya menatap mereka bingung. Dia bingung bagaimana cara menengahi mereka. Akhirnya dia pun memilih untuk ikut berlari agar masalah selesai. “Baiklah, bagaimana kalo aku yang lari?” tanyanya menawarkan diri.

Nanba menatapnya senang. “Benar, nih? Nggak apa-apa nih?”

Mereka semua pun mulai heboh. Melihat kehebohan itu, Sano hanya menatap mereka datar sementara Nakatsu menatap Ashiya tidak suka. Sano lalu memilih keluar dari ruangan itu. Nakatsu memandang kepergian Sano dengan kecewa, marah, benci, dan kesal. Ashiya yang memperhatikan itu bisa menangkapnya dari cara tatapan Nakatsu.

^^^

Entah kebetulan atau bagaimana, Ashiya mendapat kamar sekamar dengan Sano di kamar no.205. Ashiya pun sibuk memindahkan barang-barangnya ke tempat tidurnya di tingkat atas. Tiba-tiba Sano keluar dari kamar mandi sambil melap rambutnya dengan handuk.

Ashiya menyapa, “Ini pasti kebetulan yang aneh, aku sekelas denganmu dan juga satu asrama.”

Sano menatapnya sebentar lalu menyahut tegas, “Aku lebih senang punya kamar sendiri.”

Ashiya terdiam dan akhirnya memilih mengangkut barangnya ke atas.

“Dari semua anak, kenapa harus kau yang sekamar denganku?” gumam Sano seolah tidak suka sekamar dengan Ashiya.

Ashiya kembali terdiam dan akhirnya memutuskan pura-pura tidak mendengar dan melanjutkan aktifitasnya. Tapi kakinya terpeleset ketika menaiki tangga, dan itu membuat kardus yang dibawanya tumpah. Isi-isinya jatuh berserakan di lantai bawah tempat Sano. Ashiya menghela napas, lalu menuruni tangga untuk memungut barang-barangnya. Dia terpaku saat tau kalau yang jatuh adalah berkas bundelan klipingnya yang isinya semua tentang Sano, yang diambilnya dari berbagai majalah. Buru-buru Ashiya mendongak ke arah Sano, takut kalau cowok itu melihatnya. Tapi terlambat, Sano sudah melihatnya. Cowok itu mendekatinya dan memandangi kliping-kliping itu. Sano mengambil selembar dan bertanya, “Kenapa kau menyimpan sampah-sampah ini?”

“Itu…” Ashiya agak bingung menjawabnya.

“Aku nggak ngerti,” sahut Sano agak ketus dan melemparkan lembaran kliping itu ke lantai. Sano berbalik pergi.

“Eh,” seru Ashiya. “Kenapa kau berhenti?”

Sano menoleh. “Apa maksudmu?”

“Maksudku…” sahut Ashiya tapi Sano keburu sudah keluar kamar dan membanting pintu.

“Ugh!” Ashiya menatap lembaran kliping itu dengan kesal. “Kliping-kliping ini tak berguna!” serunya sambil memunguti kliping-kliping itu dengan cepat.

Mendadak Nanba masuk ke kamar. Ashiya menoleh dan langsung menutup mata saat melihat Nanba hanya memakai kolor tanpa baju atasan.

“Sano di sini?” tanya Nanba.

Ashiya menutup matanya kuat-kuat sambil menggeleng. “Nggak ada.” Lalu dia membuka matanya perlahan dan menyibukkan diri dengan klipingnya.

“Nggak ada?” keluh Nanba kecewa. “Ahhh,.,,padahal aku mau minta sedikit shampoo!” Nanba segera pergi.

Ashiya mendesah lega. Lalu ada seseorang yang membuka pintu lagi.

“Sano,” tegur Ashiya dan menoleh ke pintu. Tapi yang masuk anak cowok lain, sama seperti Nanba, hanya memakai kolor. “Ahh!!” jerit Ashiya langsung menutup mata lagi dan membelakangi cowok itu. “Sano nggak ada,” sahut Ashiya duluan sebelum ditanya.

“Nggak ada??” seru cowok itu agak kecewa.

“Sano!!” tiba-tiba ada seorang cowok lagi masuk.

Ashiya mulai kesal dan langsung menoleh, “Dia nggak ada!!” bentak Ashiya. Sekime terkejut.

“Kasar sekali,” kata Sekime pelan.

“Shampo ada di mana ya?” Ke dua cowok itu menatap sekeliling kamar tapi tidak menemukan apapun. Akhirnya mereka berdua pergi.

Ashiya mengeluh, “Kenapa bisa semuanya nggak punya Shampo??”

Lalu Ashiya pergi mandi. Asyik-asyik mandi, Nakatsu datang ke kamar Sano hendak mengambil Shampoo di kamar mandi. Tapi ketika dia mencoba membuka, kamar mandinya dikunci. Karena kebiasaan, Nakatsu pun mencoba membuka pintu itu dengan mencongkelnya pakai penggaris dan berhasil. Pintu terbuka. Perlahan tangannya mengambil Shampoo yang ada di dinding. Ashiya melotot kaget melihat ada tangan yang masuk dari sela pintu. Dengan ketakutan dia mundur ke belakang, melindungi dirinya. Tapi setelah mengambil Shampo, tangan itu terjulur lagi keluar dan menutup pintu, sambil bicara, “Aku cuma pinjam Shampoo.”

Ashiya mendesah lega meskipun masih was-was. Was-was kalau-kalau da lagi cowok yang masuk. Dia harus lebih berhati-hati.

^^^

BUG!

Ashiya langsung terbangun karena mukanya tertimpa tas sekolahnya. Perlahan dia mengerjapkan mata, dan tersadar kalau dia kesiangan. “Sialan!” serunya dan langsung bangkit dari tidur. Matanya menangkap sosok Sano yang berdiri di bawah sudah bersiap-siap. Ternyata sano yang melemparnya dengan tas agar dia bangun.

“Cepat, siap-siap,” tegur Sano dingin.

“Pagi,” sapa Ashiya.

“Kalau sampai terlambat itu tanggung jawabmu,” kata Sano mengingatkan.

“Iya, tunggu,” sambar Ashiya tersadar dan buru-buru mengambil seragamnya. Sano memperhatikannya dan menunggunya dengan sabar. Dengan cepat dia hendak melepaskan kaosnya. Tapi sedetik kemudian dia tersadar kalau Sano memperhatikannya, dan dia adalah CEWEK! Buru-buru dibawanya seragamnya ke kamar mandi.

“Aku pergi duluan,” kata Sano akhirnya.

“Ya, nanti aku nyusul,” jawab Ashiya dari dalam kamar mandi.

Sano mengambil tas sekolahnya,lalu keluar dari kamar.

^^^

Sano dan Ashiya keluar dari gerbang Asrama. Begitu mereka keluar, para cewek sudah banyak berbaris di depan, persis seperti yang diliat Ashiya waktu pertama kali datang. Para cewek mulai ribut mengelu-ngelukan Sano yang hanya cuek melewati mereka. Tiba-tiba segerombolan cewek menyerbu Sano sambil membawa banyak hadiah. Hibari Four yang melihat itu langsung menghalangi mereka semua.

“Sano nggak boleh dapat hadiah! Semuanya pergi!!” teriak salah satu anggota Hibari Four.

“SEMUAya menyingkir!!!” teriak sakah satu anggota Hibari Four sambil menyeruak kerumunan dan meengusir cewek-cewek itu agar bisa membuka jalan buat Sano untuk pergi ke sekolah. Jalan untuk Sano pun terbuka.

Hibari mempersilahkan Sano untuk lewat sambil tersenyum manis. “Silahkan lewat, Sano. Semoga harimu menyenangkan.”

Sano tidak memperdulikan Hibari dan terus berjalan dengan cuek. Ashiya buru-buru menyusul Sano sebelum jalan kembali tertutup.

Hibari senyum-senyum senang, dan salah satu anggotanya memberikan dukungan untuknya. “Dengan begini, pasti pikiran Sano hanya akan dipenuhi oleh bayangan Hibari.”

Hibari tersenyum senang. “Tentu saja. Ahh..” desahnya seolah telah terhipnotis oleh kharismanya Sano. “Aku bagai wanita pendosa aja.”

^^^

Ashiya berjalan menuju UKS dan masuk ke dalamnya. “Permisi…” sapanya sambil melongok-longok mencari orang di UKS.

Terdengar suara seorang lelaki. “Ya, sebentar. Saya hampir selesai,” katanya sambil terus menjahit.

Ashiya hanya termangu melihat bapak-bapak yang sempat ditabraknya saat di loker sepatu, sedang menjahit jas putihnya yang robek. Dia adalah dokter UKS ternyata.

“Selesai,” gumam Bapak itu akhirnya dan meletakkan jasnya, lalu menghampiri Ashiya. “Kau masih belum dapat test kesehatanmu, kan?” tanyanya menebak tujuan Ashiya ke UKS. Lalu dia memakai jas putihnya.

“Hm, ya..belum datang,” jawab Ashiya sambil memperhatikan isi lemari di UKS.

“Apa kau betul-betul sudah mengirimnya?” tanya Pak Hokuto, nama bapak itu.

“Ya. Aku akan bawa minggu depan.”

Pak Hokuto menatap Ashiya penuh arti, membuat Ashiya agak merasa risih. Lalu Ashiya segera pamit keluar dari UKS

^^^

“Hhh, kenapa tatapan orang itu aneh?” tanya Ashiya bingung pada dirinya sendiri sambil membawa nampan makanannya ke meja. “Aku harus hati-hati, nih.”

Tiba di meja, Ashiya segera duduk siap menyantap makanannya. “Hhh, lapar sekali.” Ketika mulai menyuap makanannya, Ashiya memperhatikan sekelilingnya dan terbengong-bengong melihat gaya makan cowok. Mereka semua makan dengan sangat cepat. Ashiya yang tidak terbiasa makan cepat, mencoba makan cepat meniru gaya cowok-cowok itu, malah jadi keselek habis-habisan. Cepet sekali mereka makan, gumam Ashiya dalam hati sambil buru-buru meminum susunya untuk melegakan tenggorokannya yang mampet karena keselek makanan.

“Kau cewek!!!” seru seorang cowok.

Ashiya langsung menyemburkan susunya karena kaget mendengar kalimat itu.

“Kalau nggak, manamungkin kau bilang nggak sama aku!” seru cowok itu lagi pada temannya yang dia katain cewek.

“Bukan gitu,” sahut temannya yang dikatain cewek. “Aku punya alasan.”

“Apa alasanmu?” tanya cowok itu lagi. “Apa karena cewek? Iya, karena cewek? Ayo, ngaku.”

Ashiya bengong, kesal sekaligus lega. Ternyata itu hanya candaan teman-teman cowoknya, bukan kalimat untuknya. Dia pikir tadi dia sudah ketahuan, keluh Ashiya dalam hati.Ternyata menjadi cowok itu susah. Dia harus menderita rasa ketakutan yang panjang.

^^^

Di ruang kepala sekolah, Kepala Sekolah sedang mendiskusikan hadiah lomba pada asistennya.

“Sebentar lagi lomba marathon kan?” tanya kepala sekolah pada asistennya. “Hadiah apa kira-kira yang harus aku berikan pada pemenangnya, ya?”

Mereka berdua sama-sama memikirkan hal itu.Kepala sekolah ingin memberikan sesuatu yang bisa membuat murid-muridnya semangat.

^^^

“Hosh…hosh….” Nakatsu tiba di garis finish dengan napas ngos-ngosan. Dia baru saja berlari keliling lintasan lapangan Osaka Gakuen bersama beberapa temannya. Mereka semua sedang berlatih persiapan untuk lomba marathon nanti.

“Nakatsu, 6,2 detik!” seru guru olahraganya. “Peserta berikutnya bersiap-siap!”

Ashiya, Nanba, dan seorang cowok anak Asrama 1 yang sekelas sama mereka, bersiap-siap di garis start.

“Siap!!!” seru gurunya. “MULAI!”

Mereka bertiga lalu berlari dengan cepat. Nakatsu hanya melirik mereka sinis, lalu membanggakan dirinya. “Kalau cuma lari kayak gini sih sudah jadi makananku setiap hari.” Dua temannya mengangguk setuju. Mata mereka menangkap gerak lari Ashiya yang cepat. Mereka terbelalak karena baru kali ini ada yang lari secepat itu. Ashiya tiba di garis finish mendahului dua lawannya yang lain.

“Ashiya, 5,9 detik!” seru gurunya.

“Hah? Ashiya lebih cepat!” seru Sekime senang sekaligus tak percaya ada yang bisa mengalahin kecepatan lari Nakatsu. “Dia memperbaiki rekor,” katanya pada Nakatsu. Nakatsu masih syok dan bengong. “Kalau kayak gini sih, kita mungkin bener-bener akan menang di lomba marathon! YES!” seru Sekime girang.

Beberapa teman se-tim Sekime di Tim lintasan dan lapangan mendekati Sekime dengan jengkel.Salah satunya berseru, “Heh, harusnya kau jangan mikirin itu. Yang lebih penting, apa yang akan kau lakukan kalau pemain tim lintasan dan lapangan kalah dari pemain tim sepak bola dan seorang anak murid baru dalam kegiatan lintasan dan lapangan!?”

Sekime hanya nyengir. Maksud temannya itu adalah, dia adalah seorang pemain tim lintasan dan lapangan. Tapi dia dan teman-teman se-timnya malah dikalahkan rekornya oleh Nakatsu yang sebenarnya anggota tim sepak bola hanya saja juga jago lari, dan Ashiya si murid baru. Memang kedengarannya sangat memalukan!

Tanpa memedulikan perdebatan tim lintasan dan lapangan, Nakatsu mendekati Ashiya dengan garang. “Eh!” serunya di depan muka Ashiya. Ashiya terbengong-bengong tidak mengerti diserang mendadak seperti itu. “Kau nggak usah belagu ya cuma karena berhasil memecahkan rekor baru di lintasan 50 meter. Karena bagaimana pun juga, pada lomba marathon nanti, aku yang akan menang! Ngerti!!?” bentak Naktasu di muka Ashiya membuat Ashiya kaget.


Ashiya menatap Nakatsu dengan bingung. Nakatsu lalu segera pergi keluar dari lapangan. Ashiya buru-buru mengejar Nakatsu.

“Eh,” panggil Ashiya. Tapi Nakatsu terus berjalan keluar sambil marah-marah.

“Nakatsu!” seru gurunya saat melihat Nakatsu keluar lapangan. “Ini masih pelajaran Olahraga, belum selesai!!”

Nakatsu menoleh ke gurunya dan berteriak marah. “AAAKKHHH!!!” teriaknya menumpahkan rasa marah lalu kembali berjalan cepat keluar lapangan. Ashiya menatap kepergian Nakatsu dengan bingung.

^^^

Sementara itu dua orang anggota dari Asrama 1 sedang merencanakan hal licik untuk mencelakai Ashiya pada turnamen lomba lari marathon nanti.

^^^

Malamnya, para anak asrama 2 berkumpul di kafetaria mereka untuk membahas masalah lomba marathon.

“Besok, kita akan lomba marathon,” kata Nanba. “Hadiah khusus telah diumumkan.”

“WOOOO!” gemuruh anak asrama 2 heboh.Tidak ada yang lebih asyik dari pada mendengar akan adanya hadiah khusus dari kepala sekolah pada asrama yang menang.

“Asrama yang memenangkan lomba marathon…,” lanjut Nanba. Seluruh anak asrama dua pasang aksi untuk mendengarkan. “Malam akhir pekan selama setahun!! Untuk seluruh asrama!!” teriak Nanba heboh membuat anak asrma dua ikutan heboh. Mereka berlompat-lompat bahkan berpelukan dan berangkulan.

“Kak..kak..” Ashiya mendekati Nanba yang sedang ikut mengekspresikan kegembiraannya bersama anak-anak yang lain. “Maksudnya, setiap akhir pekan kita boleh keluar?? Wah, itu hebat banget,” decak Ashiya penuh kagum.

“Ya iya lah,” sambar Nanba semangat lalu merangkul Ashiya. “Kalo kita diizinkan keluar pas akhir pekan itu, berarti…” Nanba mulai menghitung pacar-pacarnya. “Aku bisa ketemu, Yuko, Sayuri, Kokomi, dan Tina, dan…”

Nakao (gay yang suka sama Nanba) menghampiri dan memotong, “Kak, besok akan jadi hari specialmu,” godanya sambil sebelah tangannya merangkul pinggang Nanba. “Karena, aku akan menyingkirkan semua yang menghalangi.”

Nanba mendelik dan Ashiya hanya bengong, tidak tahu harus ngomong apa.

^^^

Tepat pada malam itu juga, anak Asrama 1 sedang sibuk pemanasan menyambut hari esok. Mereka semua sit-up atas perintah Tennouji.

“Kita harus menang!” kata Tennouji tegas pada anak buahnya. “Kalo kita kalah secara tak sengaja, maka latihan otot kita setiap hari akan diperpanjang sampai 100!” ancamnya. Asrama 1 punya kebiasaan tiap hari latihan otot seperti push-up,sit-up, dan sebagainya. Hal itu sebenarnya paling dibenci anak asrama 1. Oleh karena itulah Tennouji mengancam mereka seperti itu supaya mereka termotivasi untuk menang.

^^^

Di ruang pertemuan Asrama 3, anak asrama 3 juga mengadakan pertemuan untuk membahas tentang lomba marathon besok.

“Kandidat yang kemungkinan besar menang adalah Asrama 2 karena mereka punya Ashiya dan Nakatsu,” kata Oscar, kepala Asrama 3. “Sedangkan kita tidak punya atletis seperti mereka.Jadi, agar kita menang meskipun tanpa seorang atlet dan kekuatan fisik, kita harus pake otak,” kata Oscar sambil tersenyum licik. Anak buahnya manggut-manggut.

^^^

“Bilang sama Nenek, sepertinya aku nggak bisa pulang untuk beberapa akhir pekan ini. Ya?” kata Nakatsu di telepon. Lalu dia mematikan hp-nya dan berjalan masuk ke asrama. Ketika hendak menuju kamar, mendadak Kayashima muncul membuatnya sempat tersentak kaget. Kayashima menatapnya datar membuat Nakatsu tertawa. “Hahaha, kau kenapa lagi? Oh, aku tahu. Kau melihat hantu lagi? Atau apa?” tanya Nakatsu. Kayashima menggeleng. “Oh, ya uda,” kata Nakatsu lagi sambil berlalu dari depan Kayashima.

“Nakatsu, nenekmu sakit?” tanya Kayashima khawatir. Nakatsu terdiam. Ternyata Kayashima tadi mendengar percakapan Nakatsu di telepon.

“Ya,” jawab Nakatsu pelan. “Dia nggak bertahan lama,” Nakatsu menghela napas lalu bersender di dinding. “Dia itu nenek cerewet yang punya prinsip ‘jalani hidupmu dengan menolong orang lain’. Meskipun aku belum pernah melakukan prinsip itu (menolong orang), bahkan tidak sekalipun pernah melakukannya, hal seperti itu tidak bisa dicegah. Besok aku akan menang dengan mudah, dan mungkin habis itu aku pergi menjenguk dia.”

Kayashima ikut bersender di sebelah Nakatsu. “Sungguh?”

Nakatsu mengangguk. “Makanya, aku tak mungkin kalah besok!” katanya semangat.

“Tak apa, sejak ada Ashiya di sana.”

“Nggak!” Nakatsu menoleh ke Kayashima dan menatapnya tajamdan penuh tekad. “Aku yang akan menang!”

^^^

Ashiya mengerjapkan matanya belum bisa tidur. “Sano, sudah tidur?” tanyanya pelan.

“Sudah,” jawab Sano singkat.

Ashiya mengerjapkan matanya sambil tetap berbaring. Dia tahu kalau Sano belum tidur. “Maaf soal yang kemarin. Aku belum minta maaf padamu dengan baik-baik.”

Sano yang lagi membaca buku, terdiam dan akhirnya bertanya datar. “Kenapa kau harus mengkliping tentang aku?”

Ashiya langsung bangkit dan menengok ke bawah, ke tempat Sano. “Sebenarnya, aku sudah tau. Kalo kau pernah lompat tinggi.” Sano hanya diam membaca buku walau sebenarnya dia mendengarkan. “Setahun lalu,” lanjut Ashiya. “saat aku melihatmu di sebuah kompetisi, itu pertama kalinya aku memikirkan gambar seseorang yang melayang dengan sangat indah.” Sano masih diam membaca buku. Lalu dia menutup bukunya.

“Aku sudah melupakan hal-hal yang sudah lama berlalu itu,” sahut Sano datar dan meletakkan bukunya lalu bersiap tidur.

Mendengar itu Ashiya terdiam menatap Sano. Lalu perlahan dia menyanyikan sebuah lagu. “Aku nggak bisa lupa…aku suka orang itu.”

Sano terdiam dan menatap Ashiya tajam. Perlahan dia menyelimuti tubuhnya lalu tidur tanpa memedulikan Ashiya yang masih terus memandanginya dari atas.

“Apakah itu berarti kau juga telah lupa dengan apa yang pernah kau bilang?” tanya Ashiya. Sano seperti sudah tertidur lelap, tapi Ashiya tahu dia hanya pura-pura tidur dan masih bisa mendengarkan ucapan Ashiya.Oleh karena itu Ashiya meneruskan ucapannya, “Waktu itu kau bilang ‘Usaha pasti akan mendapatkan imbalan! Sisanya adalah percaya pada diri sendiri.’” Kali ini Sano membuka mata. “Itu yang kau katakan ketika kau diwawancarai oleh sebuah majalah,” lanjut Ashiya sambil menatap Sano yang termenung sambil memandang langit-langit. Ashiya tersenyum. “Kau nggak tau, kalau kalimat itu beberapa kali telah menjadi penolongku kalau aku sednag putus asa dalam menghadapi sesuatu. Sano, lompat tinggi adalah usaha yang kau lakukan tanpa henti dan itu segalanya bagimu, iya kan? Saat kau bisa menjadi dirimu sendiri yang sesungguhnya, itulah sebabnya..”

“Kau ini bodoh, ya?” gumam Sano memotong kalimat Ashiya. Ashiya terdiam,bingung. “Aku berhenti karena aku memang sudah nggak mau lagi melompat, bukan karena apa-apa,” kata Sano sambil memiringkan tubuhnya berniat tidur. “Dan bukan berarti aku akan mati kalau aku nggak mau melompat lagi dan berhenti dari tim lintasan dan lapangan.”

Ashiya terdiam dan menyahut pelan, “Kau akan mati.” Ashiya yakin kalau sebenarnya Sano merasa ingin mati karena tidak bisa melompat seperti dulu.Ashiya dapat melihat dari Samping, Sano mengerjapkan matanya yang mulai berair, entah karena ngantuk atau karena dia merasa bahwa yang Ashiya bilang itu benar. “Sepertinya iya,” lanjut Ashiya yakin. “Sano, kalau kau menyerah pada sesuatu yang penting bagimu, dirimu yang sesungguhnya akan terus menghilang. Menjalani hidupmu dengan berbohong pada dirimu sendiri. Kau juga tau kalo kau berbohong pada dirimu sendiri. Itu menyedihkan. Itu seperti azab bagi dirimu.”

Sano hanya diam tidak tahu harus meresponnya bagaimana.

“Kalo aku menang pada lomba marathon besok, apa kau mau melompat lagi?” tanya Ashiya berharap.

Sano terdiam, lalu segera bangkit. Matanya mendongak menatap Ashiya tajam. “Kau pasti sedang mengolok-ngolokku.” Mereka berdua diam. Sano memandang Ashiya tajam. “Yang berhak memutuskan hal itu adalah aku, bukan kau. Jangan ikut campur urusanku,” kata Sano dingin lalu hendak keluar dari kamar.

“Pokoknya kalau aku menang, kau harus mau lompat lagi!” kata Ashiya ngotot. Sano sempat membeku di depan pintu, namun akhirnya tidak memedulikan Ashiya dan segera keluar. Dia membanting pintu cukup keras. Di luar kamar Sano terdiam.

“Sano!” panggil Ashiya dari dalam. “Aku pasti akan menang!” seru Ashiya lagi dari dalam.Sano terdiam dan menyenderkan badannya di pintu tidak tahu harus bagaimana.

^^^

Keesokan harinya para anak cewek dari berbagai penjuru termasuk dari SMA Blossom, berbondong-bondong memasuki gerbang Osaka Gakuen. Mereka ingin melihat kompetisi tahunan ke-30 Asrama SMA Osaka-Lomba Osaka Matahon. Acara diawali dengan kegiatan drum band . Banyak anak permpuan menyerbu tempat penjualan foto-foto cowok SMA Osaka.

Marathon ini membuat banyak cewek yang datang untuk melihat cowok-cowok SMA Osaka,” kata Hibari pada anak buahnya.

“Kita harus menyingkirkan mereka,” sambung anak buahnya mengerti maksud Hibari.

“Ya, karena bagi kita cinta itu tabu,” sambung Hibari dengan tegas.

^^^

Para peserta Marathon sedang bersiap-siap. Masing-masing melakukan pemanasan di tempat. Ashiya yang hanya sendirian memperhatikan kak Nanba, Tennouji, dan Oscar berdebat.

“Hadiah keluar di akhir pekan selama setahu itu memang asyik,” kata Nanba. “Tapi apa tidak aneh? Aku merasa kalo kepala sekolah sedang mempermainkan kita.”

“Dasar bodoh!” seru Tennouji. “Tentu saja kepala sekolah cuma pengen menge-test kita, alias ingin menguji kekuatan fisik kita. Dan tentu saja aku tidak akan kalah!” geram Tennouji.

“Bukan!” sambar Oscar tidak mau kalah. “Kepala sekolah justru ingin menguji kecerdasan kita. Sampai mana kemampuan kita bisa mengelabui dia.”

Tengah asyik memperhatikan tiga orang itu berdebat, tiba-tiba ada yang menginjak kaki Ashiya dengan sepatu berduri tajam. Orang itu menginjaknya keras.

“Aduh!” jerit Ashiya kesakitan, langsung memegang kakinya. Dia menengok mencari pelakunya, tapi orang itu sudah hilang atau mungkin sudah berbaur dengan yang lain. Ashiya tidak mengenali orang yang sudah menginjak kakinya itu. Perlahan Ashiya berdiri sambil memperhatikan keadaan sekitar mencari-cari pelakunya.

“Ayo, kita harus berusaha keras,” kata seseorang pada Ashiya.Ashiya menengok dan mendapati Nakatsu di sebelahnya sedang pemanasan.

“Oh..iya,” jawab Ashiya sambil mengangguk ragu. Dia menatap Nakatsu dengan curiga. Seingatnya kemarin Nakatsu yang paling benci padanya dan menganggapnya saingan. Nakatsu juga terobsesi ingin menang. Jadi, bisa jadi kalau Nakatsu yang melukai kakinya.

Ashiya mengaduh pelan saat kakinya mulai terasa sangat sakit. Dilihatnya ke bawah, sepatu olahraga putihnya mengeluarkan darah merah. Ashiya mulai panik, tapi dia tidak mau kalau harus batal ikut bertanding.

Para atlit masuk!” perintah seseorang lewat Mic. Semua peserta Marathon masuk. Mau tidak mau Ashiya ikut masuk dengan kaki berdarah. Dia tidak mau tidak ikut lomba marathon, karena dia ingin menang dan membuat Sano mau melompat lagi.

Peserta pertama dimulai dari gerombolan peserta asrama 1. Lalu disusul peserta asrama 2 yaitu, Nanba, Nakao, Nakatsu, Sekime, dan Ashiya. Mereka melambaikan tangan menyapa para cewek yang menonton. Terakhir adalah peserta dari Asrama 3. Ketiga asrama itu berbaris berjejer.

“Baiklah, sekarang pembacaan janji atlit, saya persilahkan yang membacanya adalah yang juara tahun lalu, Nakatsu Suichi!” seru suara Mic.

Nakatsu segera naik ke atas panggung dan membacakan janji atlit. “Kami,para atlit yang hadir di sini, berjanji bahwa seperti semangat SMA Osaka, kami akan bertanding dengan jujur dan adil. Saya Nakatsu Suichi,dari kelas 2-C, terima kasih!” seru Nakatsu. Para hadirin yang nonton bertepuk tangan.

Kepala sekolah lalu bersiap untuk menembakkan pistol. “Semuanya bersiap!!”

Para peserta bersiap-siap di garis start.

DOR! Kepala sekolah menembakkan pistolnya ke udara. “LARI!!!!!”

Seluruh peserta lalu berlari dengan semangat. Setiap melewati penonton cewek,mereka melambaikan tangan membuat cewek-cewek pada heboh. Tiba-tiba seorang cewek menghadang Nanba yang berlari paling depan.Cewek itu menarik paksa Nanba keluar dari arena.

Cewek itu menunjukkan selembar kertas di depan muka Nanba. “Daftar 15 cewek yang kau pacari saat ini!” katanya marah. Ternyata cewek itu adalah salah satu dari 15 cewek Nanba.

Nanba melotot kaget dan langsung menyambar kertas itu. “Apa-apaan ini!?”

“Aku tahu dan ngerti kalau kau suka menggombalin cewek. Tapi apa maksudnya 15 cewek yang kau pacarin ini!!?” seru cewek Nanba yang lain sambil berdiri di samping Nanba.

“Apa itu benar, Nanba??” teriak seorang cewek yang lain lagi sambil menarik kaos Nanba agar menghadap padanya.

Seorang cewek yang lain lagi menarik kaosnya. “Lalu kau anggap aku ini apa? Cuma untuk senang-senang???”

Nanba terkaget-kaget mendapati cewek-ceweknya semua menyerangnya sekaligus. Dia langsung teringat dengan perkataan Nakao semalam. “Jadi ini maksudnya ‘menyingkirkan semua yang menghalangi’??” serunya kesal dan penuh kejengkelan. “Awas kau, NAKAO!!!” Dan Nanba tidak bisa menghindari ketika ke 15 ceweknya menghajarnya habis-habisan.

Sementara itu para pelari sudah tiba di lintasan yang jauh. Dan yang memimpin adalah Ashiya.

^^^

Dua orang dari Asrama 1, masuk ke toilet merundingkan tentang situasi Marathon saat ini.

“Katanya Ashiya yang memimpin,” kata salah satunya cemas. “Jangan-jangan dia nggak apa-apa.”

“Jangan cemas. Kakinya yang luka itu pasti sebentar lagi akan mati rasa.”

“Baguslah,” kata yang satunya agak lega.

BRAK! Mereka berdua terkejut saat salah satu pintu toilet terbuka keras. Sano muncul.

“Sano…”

“Apa yang kalian bilang tadi, jelaskan padaku!” bentak Sano.

^^^

Sementara itu para peserta sudah tiba di lintasan mendekati SMA Osaka dan masih Ashiya yang memimpin. Ketika mereka berbelok menuju lintasan berikutnya, Ahiya merasakan rasa sakit yang hebat pada kakinya. Dia hampir terjatuh karena tidak kuat menahan sakit.

“Aduh!” jeritnya kesakitan. Nakatsu yang berlari di sebelahnya kaget dan sempat berhenti. Dia kaget melihat kaki Ashiya berdarah. Tennouji langsung mengambil kesempatan itu untuk memimpin.Melihat itu Nakatsu langsung berlari menyusul Tennouji meninggalkan Ashiya yang kesakitan. Ashiya langsung bangkit karena sadar telah didahului oleh dua orang. Dia pun berusaha berlari dengan cepat menyusul mereka.

^^^

Di toilet sekolah…

“Apa kalian disuruh sama Tennouji!!?” bentak Sano sambil mendorong mereka ke dinding toilet.

Mereka menjelaskan dengan gugup. “Kepala Asrama nggak ada hubungannya dengan ini. Dia nggak tahu apa-apa. Ini keputusan kami sendiri tanpa sepengetahuannya. Karena kalo kami nggak menang, kepala asrama mengancam__”

Sano langsung mencekik leher (tidak terlalu kuat) salah satu dari dua orang itu dengan geram. “Jadi kau melukai Ashiya cuma karena hal itu!!?”

Orang itu menepis tangan Sano dan memelas. “Kami juga tersiksa, Sano.”

“Kalau gitu, bilang sama Tennouji,” kata Sano dingin. “kalian semua benar-benar menyedihkan…” Tanpa sadar Sano mengucapkan itu karena teringat kalimat Ashiya. Menjalani hidupmu dengan berbohong pada dirimu sendiri…itu menyedihkan. Itu seperti azab bagi dirimu

Selesai ngomong begitu, Sano keluar dari toilet meninggalkan dua orang itu.

^^^

Sementara itu Ashiya dan yang lain semakin mendekati lintasan akhir. Ashiya menempati urutan ke tiga. Di tempat yang sama, cewek tukang potret yang biasanya berjualan di depan sekolah Osaka, memotret mereka. Saat itu lah dia memergoki para atlit dari Asrama 3 hendak bertukar dengan teman mereka yang dari awal telah menunggu mereka di tempat ini, tujuannya agar mereka memiliki tenaga yang cukup untuk melawan para atlit jagoan dari asrama lain.

Melihat hal itu, si cewek tukang potret langsung memotret mereka dan mengirimkan foto itu ke kepala sekolah mereka.

^^^

Kepala sekolah menatap foto yang ada di laptopnya dengan tidak percaya.

“Mereka bertukar. Termasuk Oscar Himejima juga, semua dari asrama 3 bertukar tempat dengan teman mereka yang lain,” kata asisten kepala sekolah memberi penjelasan tentang foto-foto itu.

“Ini, sayang sekali,” gumam Kepala Sekolah dengan nada kecewa. “Asrama 3, mereka semua didiskualifikasi.”

^^^

Para atlit yang lari kini tinggal Tennouji yang sedang memimpin, lalu Nakatsu,dan terakhir Ashiya. Mereka semakin mendekati stadion SMA Osaka. Ashiya mulai putus asa saat menyadari dia tertinggal di belakang. Apa lagi kakinya semakin sakit. Tapi jimat kalimat yang pernah di dengarnya dari Sano Setiap usaha pasti ada imbalannya! yang selalu diingatnya, membuatnya kembali semangat. Dia juga ingat dengan tekadnya ketika awal masuk sekolah ini, bahwa dia ingin membuat Sano kembali semangat untuk lompat tinggi. Semua itu membuatnya kembali semangat. Dia pun berlari semakin cepat dan berhasil menjajari Nakatsu.

Mereka berdua berlari dengan cepat dan dengan kecepatan yang sama. Nakatsu melirik ke kaki Ashiya dan dia melihat darah di kakinya semakin banyak keluar, tapi Ashiya tetap terus berlari.

“Ashiya!” tegur Nakatsu. “Darah di kakimu,” kata Nakatsu, menunjuk kaki Ashiya yang berdarah, sambil berlari. “Kau berhenti aja,” kata Nakatsu agak khawatir.

Tapi Ashiya tetap berlari, membuat Nakatsu heran sekaligus tidak mengerti. “Kenapa kau menyiksa dirimu seperti ini?”

“Aku ingin menang,” jawab Ashiya sambil terus berlari. “Sekali lagi…” lanjut Ashiya dengan napas ngos-ngosan. “aku pengen lihat dia tersenyum.” Nakatsu menatapnya heran, masih tidak mengerti maksudnya Ashiya. Tiba-tiba Ashiya memperlaju larinya meninggalkan Nakatsu di belakang. Tersadar akan hal itu, Nakatsu juga mempercepat larinya menyusul Ashiya. Mereka berdua berlari dengan cepat.

Sekarang kedudukan berubah, Ashiya yang memimpin, Nakatsu di belakangnya, dan yang paling akhir adalah Tennouji. Mereka bertiga terus berlari tanpa berhenti.

^^^

Di stadion atau bisa dibilang lapangan SMA Osaka Gakuen, para penonton sudah menanti dengan tegang.

“Ya,” seru suara Mic. “Dalam hal ini, yang memimpin lah yang akan turun di lintasan-lintasan ini!” Yang dimaksud adalah lintasan yang ada di dalam stadion yang biasa dipakai murid-murid Osaka Gakuen untuk latihan lari. “JADI, siapa kah yang akan masuk pertama??”

Para penonton yang tadinya tegang kini bercampur heboh. Diam-diam Sano berdiri di antara beribu penonton itu ikut menantikan.

“Ya!!” suara Mic kembali berseru. “Ini dia, pemimpinnya telah datang!!!”

Para penonton langsung heboh menatap pintu gerbang. Sano juga ikut memperhatikan.

“Ini dia!” seru suara Mic. “ASHIYA!!!”

Para penonton bertepuk tangan heboh saat Ashiya yang muncul pertama kali memimpin lari. Sano menatap Ashiya datar.

“Ashiya memimpin!!!” seru suara Mic lagi.

Ashiya berlari paling depan, agak jauh di belakangnya ada Nakatsu,dan agak jauh di belakang Nakatsu ada Tennouji. Mereka berlari semakin cepat. Sano memperhatikan setiap langkah kaki Ashiya.

“Tinggal satu putaran lagi!!” seru suara Mic. “SIAPAkah yang akan menang???”

Mendadak setelah itu Tennouji melakukan lari cepat. Dia berhasil melewati Nakatsu dan Ashiya, dan menjadi pemimpin mereka. Keadaan kedudukan berubah drastis karena sekarang Nakatsu yang paling belakang. Para penonton makin heboh.

“SEKARANG Tennouji melakukan lari cepat!!!” seru suara Mic ikutan heboh.

Para pendukung Tennouji mulai berseru, “TENNOUJI! TENNOUJI! TENNOUJI!”

Tennouji berhasil meninggalkan Ashiya dan Nakatsu jauh di belakang. Ashiya berusaha mempercepat larinya. Sano terus memperhatikan Ashiya berlari.

Ashiya semakin mempercepat larinya,dan akhirnya dia berhasil melewati Tennouji. Para penonton semakin heboh melihat itu. Sano tertunduk melihat hal itu. Entah kenapa dia merasakan sesuatu. Dia merasa sedikit malu pada Ashiya. Meskipun kakinya terluka, Ashiya tidak pantang menyerah untuk meraih kemenangan. Berbeda jauh dengan dirinya yang langsung putus asa dan berhenti berusaha.

“300 meter lagi tiba di FINISH!!” seru suara Mic lagi.

Mendengar itu membuat Ashiya semakin mempercepat larinya. Para pendukungnya juga menyerukan namanya. “ASHIYA! ASHIYA! ASHIYA!” Itu membuat Ashiya merasa harus menang. Dia pun berusaha tetap bertahan meskipun kakinya kini mulai keram dan terasa sangat sakit. Tiba-tiba dia merasa pandangannya oleng, kakinya tidak bisa berpijak dengan benar membuatnya terpelecok lalu jatuh tersungkur.

Sano kaget melihatnya. Begitu juga dengan penonton yang lain.

Tennouji dan Nakatsu juga sempat tertegun.

“Nakatsu! Nakatsu! LARI!” seru salah satu anak asrama 2. Nakatsu pun tersadar lalu berlari meninggalkan Ashiya. Tennouji juga berlari. Kali ini Nakatsu berhasil memimpin.

“Aduh…” Ashiya mengaduh kesakitan sambil memgangi kakinya dan berusaha menahan sakit yang menjalari kakinya dengan hebat. Dia merasa ingin nangis karena tidak tahan menahan sakit.

Sekarang para pendukung mulai menyerukan Nakatsu. “NAKATSU! NAKATSU! NAKATSU! NAKATSU!”

Sano menatap Ashiya yang mengaduh kesakitan di tanah. Sementara orang-orang terus menyerukan nama Nakatsu. Tapi di tengah lari, Nakatsu berhenti dan membiarkan Tennouji melewatinya. Dia merasa tidak tega meninggalkan Ashiya sendirian. Baginya pertandingan ini jadi tidak fair. Dia menatap Ashiya yang berada jauh di seberang lapangan sedang terduduk kesakitan, sambil mengatur napasnya yang mulai sekarat.

Sano merasa tidak tahan membiarkan Ashiya sendirian kesakitan di tengah lintasan itu. Dia pun segera berlari turun ke bawah dengan cepat. Nakatsu menatap Sano yang tergesa-gesa menghampiri Ashiya, dengan bingung. Tapi saat itu juga dia ingat percakapannya semalam dengan Kayashima tentang neneknya. Dia itu nenek cerewet yang punya prinsip ‘jalani hidupmu dengan menolong orang lain’. Meskipun aku belum pernah melakukan prinsip itu (menolong orang), bahkan tidak sekalipun pernah melakukannya, hal seperti itu tidak bisa dicegah. Dia pun segera berlari menyusul Sano menghampiri Ashiya. Bersamaan dengan itu, Tennouji berhasil mencapai finish. Para penonton yang mendukung Tennouji bersorak heboh.

Sano segera jongkok melihat kaki Ashiya. Nakatsu ikut jongkok di sebelahnya. “Kau nggak apa-apa?” tanya Sano. Ashiya hanya sibuk menahan rasa sakit kakinya yang menjadi-jadi.

Di garis finish, Tennouji menatap Sano dan Nakatsu yang berusaha menolong Ashiya. Hal itu membuatnya heran, dan juga jadi menghilangkan rasa gembiranya akan kemenangan ini. Meskipun para penonton menyorakinya, dia tidak merasakan kepuasan yang semestinya dia rasakan.

“Aku akan cari perawat dan ke kantor membawa Pak Umeda,” kata Nakatsu cepat lalu segera berlari pergi.

“Kau bisa berdiri?” tanya Sano dan langsung mendirikan Ashiya, menggendongnya di belakang.

Nakatsu sempat berhenti terpaku di pintu pagar luar. Dia masih tidak tahu kenapa kali ini dia mau menolong Ashiya.

Tapi pikirannya itu ditepisnya jauh dan dia kembali berlari mencari Pak Umeda.

Sano membawa Ashiya tertatih-tatih melewati tengah lapangan. “Kau nggak apa-apa?” tanyanya lagi karena mendengar napas Ashiya yang tersendat-sendat menahan sakit.

“Aku….” ucap Ashiya terputus-putus. “Aku nggak bisa menyelesaikannya sampe akhir, Sano.”

Sano hanya diam tidak merespon sambil membawa Ashiya keluar dari lapangan.

“ASHIYA!” seru salah satu anak dari asrama 2. “Kau sudah mencoba berusaha keras!! Pertandingan yang bagus!!” pujinya nyaring.

“ASHIYAA!!!” si cewek tukang potret berteriak memberi semangat. Lalu seluruh anak asrama dua bertepuk tangan menyoraki nama Ashiya. “ASHIYA! ASHIYA! ASHIYA! ASHIYA!”

Cowok dari asrama 1 yang melukai kaki Ashiya, menatap semua itu dengan tatapan merasa bersalah. Dia merasa bersalah pada Ashiya dan merasa tersentuh karena semua teman-temannya serempak mendukung Ashiya.

“ASHIYA! ASHIYA! ASHIYA!” semuanya terus bersorak memberi semangat. Sano yang mendengar itu tiba-tiba merasa seperti de javu. Tanpa sengaja matanya menatap palang lompat tinggi SMA Osaka. Dia teringat ketika dia sedang melompat pada kompetisi Nasional, para pendukungnya menyorakin namanya samaseperti mereka menyorakin nama Ashiya. Dan mereka semua bertepuk tangan setiap kali Sano berhasil melewati palang lompat tinggi itu dengan mulus.

Tdak mau berlama-lama mengenang hal itu, Sano kembali melanjutkan langkahnya membawa Ashiya keluar lapangan. Kepala sekolah yang melihat semua kejadian itu dari jendela ruangannya, tersenyum senang.

“Dengan begini, anak-anak mempelajari sesuatu. Sepertinya bunga-bunga di sekolah ini mulai bermekaran,” ucap kepala sekolah itu pada asistennya.

^^^

“Bagaimana kakinya?” tanya Nakatsu saat Pak Umeda membalut lukanya Ashiya di UKS.

“Nggak ada yang parah. Hanya luka,” kata Pak Umeda, sudah selesai membalut luka Ashiya. “Tapi, dia pasti meletakkan posisi kakinya dengan baik,” katanya lagi sambil menatap Ashiya yang tertidur. “Ini pasti luka yang dia dapat sejak awal.”

Nakatsu dan Sano mengangguk paham. Sano terdiam sebentar lalu hendak keluar dari UKS.

“Eh,” panggil Nakatsu menghentikan langkah Sano. “Apa kau bener-bener akan berhenti lompat tinggi seperti ini?” tanya Nakatsu setengah berharap. Dari Ashiya dia mempelajari sesuatu yang berharga. Bahwa seharusnya tidak ada penghalang yang bisa mengahalngi tekad kita. Dan dia berharap seharusnya Sano bisa merasakan pelajaran itu. Dulu,cuma karena kakinya cedera, Sano langsung berhenti lompat tinggi sampe sekarang meskipun kakinya sudah sembuh. Sedangkan Ashiya berani tetap berlari meskpin kakinya luka parah demi mewujudkan keinginannya untuk menang. Meskipun gagal, tapi dia sudah berjuang keras.

Sano menoleh menatap Nakatsu dan diam. Lalu dia pergi keluar UKS tanpa bicara apa-apa. Nakatsu menatap kepergian Sano dengan sedih dan kecewa.

“Nakatsu..” panggil Kayashima langsung masuk ke UKS. “Nenekmu…”

^^^

Sano memain-mainkan bola kaki dari plastic di halaman sekolah Osaka Gakuen sambil setengah melamun. Dia teringat dengan ucapan Ashiya semalam. Menjalani hidupmu dengan berbohong pada dirimu sendiri. Kau juga tau kalo kau berbohong pada dirimu sendiri. Itu menyedihkan. Sano menghela napas. Lalu dia pergi ke halaman Asrama dua.

Sano berbaring di atas kursi kayu yang selalu jadi tempat favoritnya sambil memutar-mutar bola plastik di tangannya. Pikirannya melayang kemana-mana.

^^^

“Apa benar?” tanya Nakatsu berusaha menutupi kesedihannya. Baru saja dia mendengar kabar buruk tentang neneknya dari Kayashima.

“Mereka bilang saat kau menelpon semalam, nenekmu saat itu sudah kritis,” kata Kayashima lagi.

Nakatsu berusaha untuk tidak memperlihatkan kesedihannya. “Aku memang tidak pernah tepat waktu, harusnya aku tadi malam menjenguknya,” gumamnya sedih sambil menyender pada jendela asrama.

Kayashima menatap Nakatsu bersimpati. “Nenekmu, dia ada di sini. Di belakangmu.”

Nakatsu menatap Kayashima tidak mengerti.

“Kau menyelamatkan Ashiya, bahkan kalopun itu artinya kau menyerah mencapai finish…tapi dia bener-bener bangga padamu,” jelas Kayashima.

Nakatsu menundukkan kepala dan tercenung. “Maksudmu…Hidup demi orang lain..?”

“Kau berhasil tepat waktu,” kata Kayashima mmeberi semangat.

Nakatsu tertunduk,lalu menghadap ke belakang dan berbicara. “Nenek, aku janji, mulai sekarang, aku tidak akan hanya menjengukmu di akhir pekan, tapi setiap hari,.”

Dia kembali menoleh menatap Kayashima dan tersenyum. “Terima kasih.” Kayashima membalas senyumnya. Nakatsu segera pergi dari situ untuk menjenguk neneknya. Hari ini dia dapat dua pelajaran. Dari Ashiya dan juga dari Kayashima.

^^^

Perlahan Ashiya membuka matanya dan mendapati dirinya sedang terbaring di ranjang. Dia langsung bangkit dengan kaget. “Dimana ini?”

“UKS. Gara-gara kamu, saya bekerja melewati batas waktu kerja normal saya.”

“Maafkan aku,” seru Ashiya cepat dan berniat turun dari ranjang.

“Nggak apa-apa. Tetaplah di situ. Tapi aku ingin bertanya sesuatu padamu,” kata Pak Umeda dan menghampiri Ashiya. Dia menatap Ashiya penuh arti. “Bagaimana rasanya seorang cewek sekolah di sekolah khusus cowok?”

Ashiya melotot kaget mendengar pertanyaan itu. Apa dia ketahuan??? hatinya mulai agak panik.

^^^

 

Mega ASIA Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template